Liga 1 Jadi yang Termahal di ASEAN
INDOSPORT.COM - Situs Transfermrkt menobatkan Liga 1 Indonesia ternyata menjadi kompetisi sepak bola dengan valuasi tertinggi di ASEAN.
Situs Transfermrkt telah merilis daftar liga dan turnamen sepak bola dengan valuasi tertinggi se-Asia-Australia (Australasia).
Seperti bisa diduga, liga sepak bola kasta tertinggi Arab Saudi, Saudi Pro League, berada di posisi teratas.
Kompetisi yang dihiasi bintang-bintang sepak bola dunia, termasuk Cristiano Ronaldo, tersebut memuncaki daftar dengan nilai valuasi 454,29 juta euro.
Berselisih hampir 200 juta euro di bawahnya, bertengger UAE Pro League dengan nilai valuasi 273,98 juta euro.
Melengkapi posisi tiga besar, ada liga paling bergengsi di Jepang, J1 League, dengan nilai valuasi mencapai 262,33 juta euro.
Lantas, bagaimana dengan Liga 1, yang menjadi kompetisi sepak bola paling bergengsi di Tanah Air? Ternyata, Liga 1 tercatat menghuni peringkat 10 besar!
Dengan valuasi 74,54 juta euro, Liga 1 bertengger di peringkat 10 liga dengan valuasi tertinggi di Australasia. Angka ini paling tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Thai League berdiri persis di bawah Liga 1 dengan valuasi 71,95 juta euro, sedangkan Super League Malaysia menyusul di urutan ke-12 dengan valuasi 53,47 juta euro.
Ironisnya, dengan status sebagai liga termahal se-ASEAN, Liga 1 justru menjadi salah satu kompetisi dengan kualitas terburuk di Asia.
1. Dipicu Buruknya Prestasi Klub
AFC menempatkan Liga 1 di urutan ke-6 liga dengan kualitas terbaik di ASEAN. Jika berbicara di level Asia, kualitas Liga 1 berada di urutan ke-26, lebih buruk ketimbang Korea Utara.
Peringkat ini terbilang buruk karena di belakang negara-negara yang secara level berada di belakang Indonesia perihal sepak bola seperti Singapura ataupun Filipina.
Tapi perbedaan terlihat dari kiprah masing-masing klub dan pengelolaan kompetisi dari negara-negara tersebut, sehingga bisa berbicara banyak di Asia.
AFC menaruh Liga 1 di peringkat ke-26 Asia tak lepas dari kiprah buruk klub-klubnya di kancah Asia sejak 2014, atau saat sepak bola Indonesia mengalami gejolak.
Secara historis, kompetisi Indonesia tak banyak mendulang poin dari kesertaan klub-klubnya di level Asia sejak 2014 hingga 2022 lalu.
Hal ini ironis, karena pada 2008 silam, kompetisi Indonesia Super League (ISL), yang menjadi cikal bakal Liga 1, sempat menjadi yang terbaik di Asia Tenggara versi AFC.
Polemik di persepak bolaan Tanah Air seperti dualisme hingga pembekuan FIFA membuat sepak bola Indonesia mengalami penurunan drastis, yang dampaknya terasa sampai sekarang.
Mundur ke belakang, poin kompetisi Indonesia di mata Asia pun sejatinya jauh dari kata baik. Sebagai contoh ada Persibo Bojonegoro yang pernah jadi bulan-bulanan di Piala AFC pada 2013 lalu.
Belum lagi dengan klub-klub lainnya yang tak banyak berbicara di Asia, sebelum akhirnya PSM Makassar menembus final Piala AFC 2022 zona Asia Tenggara.
Karena catatan buruk klub-klubnya di level Asia, kompetisi Indonesia pun tak bisa mendulang poin untuk mempertahankan status liga terbaik di Asia Tenggara.