Mencari Skema yang Tepat untuk Duet Ibrahimovic-Mandzukic di AC Milan
INDOSPORT.COM - Mencari skema dan strategi yang tepat untuk duet maut Zlatan Ibrahimovic-Mario Mandzukic di klub raksasa Liga Italia, AC Milan.
AC Milan akhirnya resmi mendaratkan striker anyar, Mario Mandzukic, pada bursa transfer musim dingin 2021 ini. Mantan bomber Juventus itu didatangkan dengan status bebas transfer.
Kedatangan Mario Mandzukic jelas jadi kabar gembira buat Stefano Pioli. Sebab, saat ini AC Milan membutuhkan kedalaman skuad yang lebih baik demi bersaing dengan Inter Milan di tangga scudetto.
Di masa jayanya, Mario Mandzukic merupakan salah satu striker paling menakutkan di Eropa. Ia pernah menjadi mesin gol untuk klub besar seperti Bayern Munchen dan Juventus.
Tak cuma mencetak gol, ia juga memiliki mental juara dengan meraih banyak gelar seperti Bundesliga, Serie A, Piala Liga, dan Liga Champions Eropa.
Meski begitu, ada ganjalan yang timbul seiring dengan kedatangan Mandzukic ke Milanelo. Apakah ia datang diproyeksikan sebagai pemain inti?
Sebab jika menilik materi skuad yang ada dan taktik Stefano Pioli saat ini, sesungguhnya tak ada posisi yang benar-benar jadi jaminan untuk Mario Mandzukic.
Seperti diketahui, AC Milan yang mengandalkan 4-2-3-1 hanya menempatkan Zlatan Ibrahimovic seorang di depan. Selebihnya, Milan mengandalkan penyerang-penyerang sayap cepat seperti Ante Rebic, Rafael Leao, sampai Samu Castillejo.
Maka cukup masuk akal jika kita menyebut bahwa Mario Mandzukic hanya datang sebagai pelapis Ibrahimovic. Ibra sendiri musim ini memang tidak begitu fit. Meski mencetak banyak gol, namun Ibra sempat diganggu dengan cedera dan isu kebugaran.
Walau begitu, bukan berarti Milan tidak bisa menduetkan dua penyerang paling maut di Eropa pada masanya tersebut. Memiliki Mandzukic dan Ibrahimovic sebagai dua ujung tombak adalah impian banyak klub. Lalu, bagaimana AC Milan bisa 'mengakali' hal tersebut?
Duet Ibrahimovic-Mandzukic
AC Milan di bawah Stefano Pioli menemukan keseimbangan dalam formasi 4-2-3-1. Formasi ini tak ubahnya hadiah Tuhan dari surga untuk skuad AC Milan.
Bersama 4-2-3-1, Milan di bawa ke puncak klasemen Serie A Italia. Meski begitu, bukan berarti Milan anti dengan formasi dua penyerang.
Justru, di masa kejayaannya dulu, AC Milan selalu tampil dengan skema dua penyerang. Mulai dari era Van Basten/Gullit, Inzaghi-Shevchenko, sampai Ibrahimovic/Robinho.
Untuk itu, jika ingin mengakomodir duet Ibrahimovic-Mandzukic, Milan pun harus mengubah formasi di lini depan. Pioli bisa mencoba dengan menggunakan formasi 4-3-1-2.
Pada formasi tersebut, Milan bisa mengandalkan Hakan Calhanoglu sebagai penyerang lubang untuk menyokong Zlatan Ibrahimovic dan Mario Mandzukic di lini depan. Untuk trio gelandang, Milan bisa memainkan Ismael Bennacer/Franck Kessie, Samu Castillejo/Alexis Saelemaekers/, dan Brahim Diaz.
Sementara untuk posisi bek, Stefano Pioli tak perlu melakukan perubahan dengan tetap mempertahankan duet Romagnoli-Kjaer dan suo sayap Calabria-Theo.
Bisa dibilang, ini adalah langkah maksimal untuk bisa mendapatkan potensi terbaik dari duet Mandzukic-Ibrahimovic. Jika menilik sejarah, skema identik seperti ini pernah diterapkan pada era Inzaghi-Shevchenko.
Ketika itu pelatih Carlo Ancelotti memainkan formasi 4-3-1-2 dengan memasangkan Filippo Inzaghi dan Andriy Shevchenko di depan dan disokong oleh Ricardo Kaka.
Di belakang Kaka, ada tiga gelandang terbaik Liga Italia yakni Clarence Seedorf, Andrea Pirlo, dan Gennaro Gattuso. Ketika itu Milan sangat sempurna.
Sepanjang karier di San Siro, baik Inzaghi dan Shevchenko total telah menyumbang 299 gol untuk AC Milan di semua kompetisi. Rinciannya Inzaghi mencetak 126 gol dan Sheva 173 gol.
Tentu tak semua gol itu lahir ketika mereka bermain bersama, sebab Milan sempat memiliki bomber lain seperti Jon Dal Tomasson dan Hernan Crespo.
1. Ada Konsekuensi
Formasi 4-3-1-2 era Ancelotti memang sangat menjanjikan. Namun sayangnya, hal tersebut kurang relevan untuk skuad Milan saat ini. Ada konsekuensi besar yang muncul jika perubahan ini dilakukan.
Mau tidak mau, para penyerang sayap AC Milan seperti Ante Rebic, Rafael Leao, dan Jens Petter Hauge, tidak akan terpakai. Milan pun akan memainkan bola lebih ke tengah dengan bertumpu pada Hakan Calhanoglu.
Milan mungkin kuat di lini depan, tetapi mereka akan melemah di sisi sayap dan tengah. Padahal dua lini itu yang jadi andalan Milan musim ini.
Lain ceritanya jika Milan memiliki materi gelandang seperti era Ancelotti. Maka tak diragukan lagi, Ibrahimovic-Mandzukic bakal jadi duet maut. Kombinasi keduanya telah menghasilkan 175 gol di Serie A.
Lalu, bagaimana caranya agar AC Milan asuhan Pioli tidak kehilangan identitas namun tetap bisa menurunkan duet Ibrahimovic-Mandzukic.
Maka jawabnya simpel, Milan tak perlu mengubah formasi dan tetap pada skema 4-2-3-1. Untuk diketahui, semasa di Juventus, Mario Mandzukic pernah beberapa kali turun sebagai pemain sayap kiri.
Jika itu yang dipilih, maka Mandzukic bisa mengisi posisi Rafael Leao atau Ante Rebic. Sedangkan untuk Ibrahimovic, ia tetap di posisi ujung tombak sebab hanya posisi itu dirinya ditakdirkan.
Namun, lagi-lagi hal itu bakal menghasilkan konsekuensi. Tentunya bermain di posisi 'kedua' akan mengurangi kemampuan dari Mandzukic.
Bahkan, jika melihatnya secara objektif, Rafael Leao dan Ante Rebic jauh lebih efektif di posisi tersebut ketimbang Mandzukic. Jadi, cukup ceroboh rasanya jika Stefano Pioli memilih cara kedua ini.
Baik 4-3-1-2 dan 4-2-3-1 akan menghadirkan risiko tersendiri dalam memainkan Ibrahimovic dan Mandzukic bersamaan. Meski begitu, hal tersebut boleh saja dicoba saat latihan.
Milan juga bisa mencoba skema 4-4-2 dengan catatan lagi-lagi harus mengorbankan Rafael Leao/Ante Rebic/Castillejo/Saelemaekers untuk dijadikan gelandang dan bahkan terpaksa menghilangkan strategi double pivot (Kessie-Bennacer). Jika boleh beropini, sulit rasanya membayangkan AC Milan mengubah sistem demi kehadiran Mandzukic seorang untuk paruh kedua Liga Italia musim ini.