x

Sukarno, Prestasi Timnas Indonesia dan Sepak Bola sebagai Alat Politik

Sabtu, 6 Juni 2020 16:46 WIB
Penulis: Arief Tirtana | Editor: Arum Kusuma Dewi
Ilustrasi Presiden Soekarno dan sepak bola.

INDOSPORT.COM – Lahir pada 6 Juni 1901, Proklamator sekaligus Presiden Pertama Indonesia Sukarno kerap menggunakan sepak bola dan Timnas Indonesia sebagai alat politik.

Tanggal 6 Juni setiap tahunnya selalu diperingati sebagai momen penting bangsa Indonesia. Di mana pada tanggal itu lahirlah seorang putra bangsa yang kelak menjadi salah satu pejuang kemerdekaan, sekaligus memimpin bangsa ini sebagai Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno.

Baca Juga
Baca Juga

Sebagai seorang pejuang, Sukarno memang tak turun langsung dalam medan pertempuran senjata atau secara fisik. Melainkan dengan perjuangan lewat jalan diplomasi yang beberapa kali juga membuatnya harus diasingkan ke penjara atau jauh ke daerah terpencil.

Meski tak selalu berhasil, kemampuan diplomasi Sukarno memang jelas sangat spesial. Dirinya bukan hanya memiliki kharisma dan kemampuan retorika yang luar biasa, namun juga mampu memanfaatkan segala hal sebagai alat diplomasinya. Seperti salah satunya dengan sepak bola.

Awal mula Sukarno mulai terlihat tertarik dengan sepak bola sebagai sebuah alat perjuangan adalah ketika di tahun 1930 dirinya yang baru keluar dari Lapas Sukamiskin di Bandung, didaulat untuk melakukan sepak mula pertandingan final kompetisi PSSI.

Dimuat dalam buku peringatan 60 tahun PSSI, saat itu di Lapangan Trivelli (Lapangan Petojo saat ini), Sukarno hadir melakukan orasi sebelum melakukan sepak mula setelahnya.

Sehingga membuat banyak masyarakat kala itu berduyun-duyun hadir ke pertandingan yang mempertemukan Voetbal Indonesia Jakarta (VIJ) melawan Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM).

Sejak saat itu dan didukung komitmen PSSI yang menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi organisasi dalam konges PSSI yang ke-2, 14-16 Mei 1932, Sukarno semakin mantap meyakini bahwa sepak bola bisa digunakan dalam perjuangan mempersatukan bangsa Indonesia.

Pasca Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan, sepak bola semakin mendapatkan perhatian dari Sukarno. Bahkan cakupannya lebih luas lagi, bukan hanya sebatas untuk mempersatukan Indonesia, namun sepak bola kerap digunakan Sukarno sebagai alat diplomasi politiknya di dunia internasional.

Meski merupakan negara yang baru saja merdeka dengan keuangan yang belum stabil, Sukarno justru mendukung penuh sepak bola Indonesia dengan mengirimkan Timnas untuk bertanding di laga internasional.

Baca Juga
Baca Juga

Dimulai pada awal tahun 1951, saat baru enam tahun merdeka, Sukarno sudah berani mengirimkan Timnas Indonesia bertanding di Asian Games 1951 di New Delhi. Kendati hasilnya langsung kalah 0-3 dari tuan rumah India.

Kekalahan itu juga kemudian membuat Sukarno semakin serius membangun kekuatan sepak bola Indonesia. Memanfaatkan hubungan dekatnya dengan Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito, meminta pelatih hebat negara Eropa timur itu, Antun ‘Toni’ Pogacnik untuk menukangi Timnas Indonesia pada tahun 1954.


1. Diplomasi dan Prestasi

Timnas Indonesia di ajang Asian Games 1954.

Di bawah pelatih Antun ‘Toni’ Pogacnik, Sukarno berharap Timnas Indonesia bisa menjadi tim yang hebat, sehingga bisa merepresentasikan nama Indonesia di dunia internasional.

Langkah awal di era Toni Pogacnik itu dimulai ketika Timnas Indonesia bisa menjadi semifinalis di Asian Games 1954 di Manila.

Selain berpartisipasi di ajang internasional, Sukarno juga sempat menggunakan sepak bola dengan Timnas Indonesia sebagai alat diplomasi politik memperkenalkan bangsa jauh ke Eropa.

Itu terjadi jelang Olimpiade 1956, ketika Sukarno mengirimkan Timnas Indonesia asuhan Toni Pogacnik untuk menjalani uji coba di Eropa Timur, Jerman, hingga Belanda.

Meski akhirnya hanya bisa meraih satu kemenangan dari 11 pertandingan uji coba yang dilakoni. Saat itu Sukarno cukup puas dengan uji coba yang dilakukan, sebab stadion hampir selalu penuh saat Timnas Indoensia bertanding.

Dan di situlah pesan persatuan dunia yang dicanangkannya, juga diplomasi politik memperkenalkan Indonesia dengan ideologi Pancasila berhasil dilakukan jauh ke tanah Eropa.

Dengan dukungan penuh Sukarno, Timnas Indonesia saat itu kemudian memang akhirnya bisa menjelma menjadi kekuatan yang menakutkan dari Asia.

Di Olimpiade 1956 misalnya. Timnas Indonesia bisa menahan imbang tim raksasa Uni Soviet yang kala itu diperkuat kiper legendaris Lev Yashin pada babak perempatfinal. Meski akhirnya di partai ulangan, harus kalah 0-4.

Begitu pun di Asian Games 1958 di Tokyo. Timnas Indonesia berhasil menarik perhatian internasional, usai mengalahkan India untuk merebut juara ketiga atau membawa pulang raihan medali perunggu.

Di tahun yang sama, perhatian kepada Timnas Indonesia juga hadir dalam ajang kualifikasi Piala Dunia. Bukan hanya dari penampilan luar biasa anak asuhan Toni Pogacnik kala itu.

Namun juga lantaran Sukarno kembali memanfaatkan Timnas Indonesia untuk menunjukkan pandangan politik persatuannya di dunia internasional, dengan menolak bertanding melawan Israel. 

Kendati sebenarnya peluang melaju ke Piala Dunia terbuka lebar andai bisa mengalahkan Israel, yang di atas kertas sebenarnya mudah dikalahkan Tim Garuda kala itu.

Satu lagi peninggalan penting Sukarno yang berkaitan dengan diplomasi politiknya dengan sepak bola, yaitu penggunaan lambang Garuda Pancasila di jersey Timnas Indonesia, alih-alih logo PSSI.

Lambang yang diharapkan Sukarno bisa menunjukan kebesaran Indonesia sebagai negara melalui olah raga sepak bola di berbagai ajang internasional yang diikutinya.

Asian GamesOlimpiadeTimnas IndonesiaSukarnoBola InternasionalTony PogacnicBola Indonesia

Berita Terkini

- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom