N’Golo Kante: Dari Pemungut Sampah hingga Jadi Juara Dunia
“N'Golo Kante.. Palala…N’Golo Kante… Palalala… he is short, he is handsome, he is the one who stopped Messi, N'golo Kante!"
Itulah penggalan dari lirik lagu yang diberikan para penggawa Timnas Prancis untuk penyeimbang permainan mereka, N’Golo Kante.
Ya, meski pemain sepak bola bertubuh mungil ini tak menjaringkan satu bola ke gawang lawan alias mencetak satu gol pun di ajang Piala Dunia 2018, namun Kante merupakan kunci permainan dari Les Bleus di kompetisi tersebut.
Salah satu bukti yang terlihat jelas adalah saat laga di babak 16 besar melawan Timnas Argentina, di mana dirinya mampu membuat pemain megabintang bernama Lionel Messi sama sekali tak berkutik.
Kalian tentu tahu betul bagaimana sepak terjang Messi, bagaimana cara ia melewati lawan, memberikan umpan, maupun mencetak gol.
Tak heran jika pemain milik Barcelona itu berhasil mendapatkan 5 gelar individu pemain terbaik di dunia atau biasa dikenal dengan nama Ballon d’Or.
Bukan hanya kepiawaiannya dalam menutup ruang gerak Messi, tapi hampir di setiap laga di Piala Dunia 2018 peranan Kante benar-benar sangat penting bagi Timnas Prancis.
Lalu, apakah kalian ada yang tahu, jika ternyata masa kecil N’Golo Kante pernah menjadi pemulung alias menjadi pemungut sampah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga?
Bagaimana ia bisa sukses menjadi bintang di kompetisi sekelas Premier League hingga memegang trofi Piala Dunia 2018, gelar yang belum pernah diraih oleh 2 pemain terbaik di planet bumi ini, yakni Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi?
Berikut INDOSPORT akan mengulasnya.
1. Kehidupan Awal Kante
Pada tanggal 29 Maret 1991 silam, seorang pasangan suami istri imigran dari Negara Mali yang pindah ke Kota Paris, Prancis sejak tahun 1980 dikaruniai seorang anak laki-laki.
Seorang anak laki-laki yang tentunya belum diketahui masa depannya dapat menjadi sosok bintang ini diberikan nama N’Golo Kante yang lahir dan tumbuh besar di daerah pinggiran terpencil Kota Paris bernama Rueil Malmaison.
Tidak ada yang mengenal siapa itu Kante atau keluarganya, karena mereka memang hanyalah seorang imigran, bahkan tinggalnya pun di tempat yang jauh dari kata mewah.
Jadi Pemulung Sejak Usia Belia
Tak seperti pemain sepak bola pada umumnya yang beruntung, di mana sejak usia 7 tahun ada yang sudah bermain untuk akademi sepak bola.
Jangankan menjadi mengikuti tim akademi, merasakan indahnya menjadi seorang anak kecil dengan menghabiskan waktu bermain pun sepertinya tidak terlalu dirasakan oleh Kante.
Dilansir dari LifeBlogger dan InformationCradle, Kante kecil harus menjadi pemulung membantu ayahnya agar bisa mendapatkan uang.
Meski kehidupan masa kecilnya sulit, Kante tetap giat bekerja mencari beberapa sampah agar diberikan kepada perusahaan daur ulang sampah supaya ia mendapatkan uang.
Saat Kante berusia 8 tahun atau tepatnya di Piala Dunia 1998, Prancis menjadi tuan rumah dan berhasil menjadi juara di kompetisi tersebut. Dari kompetisi ini, ia dan ayahnya mendapat banyak keuntungan yang sangat besar.
Banyaknya tumpukan sampah yang didapatkan di sekitar stadion dan beberapa tempat lainnya membuat mereka jelas dibayar lebih.
Wajar, karena negara mereka saat itu didatangi oleh banyak wisatawan yang ingin menyaksikan kompetisi sepak bola terbesar di dunia.
Dari uang yang terkumpul, keluarga Kante berhasil memiliki sebuah rumah yang lebih layak daripada tempat tinggal sebelumnya.
Saat itu juga, terbesit dalam pemikiran Kante jika ia ingin menjadi pemain sepak bola terkenal di dunia. Hal tersebut terjadi karena dirinya melihat banyak pemain bintang yang memiliki banyak uang dengan menjadi pesepakbola.
2. Kematian Sang Ayah hingga Titik Awal Menjadi Pemain Sepak Bola
Masih di usia yang sama, di usianya yang ke-8 tahun, mengikuti salah satu sekolah sepak bola di kawasan tempatnya tinggal, yakni JS Suresnes.
Saat pertama kali terjun ke dunia sepak bola, Kante sempat diragukan oleh sekolah sepak bola tersebut, termasuk rekan-rekannya.
Mengapa? Karena tubuh Kante paling kecil diantara para pemain lainnya, hingga banyak yang bertanya-tanya “apakah dia bisa bertahan bermain selama 90 menit nanti?”
Menariknya, walau tubuhnya kecil, nyatanya Kante yang langsung diplot sebagai gelandang tangguh mampu berduel dengan pemain yang tubuhnya lebih besar darinya.
Meski telah mencoba untuk bermain sepak bola, namun Kante rupanya tetap bekerja sebagai pemulung untuk tetap menambah pemasukkan keuangan keluarga.
Pada tahun 2002 atau tepatnya saat Kante berusia 11 tahun, ia harus hidup tanpa sang ayah karena meninggal dunia.
Hal ini jelas membuat kehidupan keluarga mereka semakin sulit, hingga membuat ibunya harus bekerja sebagai pembantu rumah tangga agar mereka bertahan hidup.
Walau telah ditinggal sang ayah, keinginannya untuk menjadi pemain sepak bola tak memudar. Bahkan, tekadnya semakin bulat dan hal itu terlihat ketika ia mengikuti sebuah turnamen, Kante berhasil membawa timnya menjadi juara.
Di saat itulah pihak sekolah melalui asisten pelatihnya, Pierre Ville memutuskan untuk mendaftarkan Kante ke akademi klub profesional Prancis, US Boulogne. Sebuah klub dari divisi bawah, namun menjadi titik awal Kante menjadi bintang sepak bola.
Setelah melewati 2 tahun di tim junior Boulogne atau tepatnya dari tahun 2010 hingga 2012, Kante dipromosikan ke tim senior.
Baru bermain satu musim, nyatanya ia langsung memikat klub papan bawah namun sudah bermain di tingkat Ligue 1 Prancis, yakni SM Caen yang merekrutnya dengan status bebas transfer alias gratis.
Di sinilah permainan Kante semakin meningkat, di mana selama 2 tahun atau tepatnya dari tahun 2013 hingga 2015 ia bermain sangat impresif.
3. Jadi Juara Premier League hingga Piala Dunia 2018
Pada musim 2015/16, permainan Kante mendapat kesan dari klub semenjana di Premier League, Leicester City. Sebuah klub yang pada musim 2014/15 nyaris terdegradasi.
Kala itu, Leicester City yang dibesut oleh Claudio Ranieri mendatangkan Kante dari Caen dengan harga 5,6 juta poundsterling atau Rp108 miliar.
Namun siapa yang sangka, jika Kante mampu menjalankan tugasnya dengan baik hingga menghebohkan dunia sepak bola, yaitu membawa Leicester City dari klub yang tak dianggap menjadi juara di akhir musim.
Selesai? Tentu saja belum, pada musim selanjutnya di musim 2016/17 Kante akhirnya pindah ke salah satu klub raksasa di Eropa, yakni Chelsea yang memboyongnya dengan harga 32 juta poundsterling atau nyaris mencapai Rp620 miliar.
Di musim perdananya, Kante lagi-lagi menghebohkan dunia sepak bola, di mana ia kembali meraih gelar Premier League.
Hasil ini menjadikannya sebagai pemain pertama yang mampu menjadi juara Premier League 2 kali secara beruntun dengan 2 klub yang berbeda. Pencapaian ini juga membuat Kante di musim tersebut dinobatkan sebagai pemain terbaik Premier League.
Usai menjadi juara Premier League, Kante tetap bermain ciamik meski para pemainnya tampil kurang konsisten di musim 2017/18.
Lagi-lagi, Kante menyumbangkan 1 gelar domestik bergengsi lainnya di Inggris, yakni Piala FA.
Setelah memberikan sumbangsih untuk klubnya, kali ini Kante membuktikan jika ia menjadi pemain sepak bola terkenal seperti yang ia impikan sejak kecil.
Jika Piala Dunia 1998 Kante membantu kebersihan Prancis dengan menjadi pemulung, maka di Piala Dunia 2018 Kante membantu Prancis menjadi juara dengan peranannya sebagai gelandang bertahan.
Tentu tidak ada yang menyangka, mulai dari keluarga, tetangga, mantan rekan seprofesinya saat sebagai pemulung, sosok Kante berpengaruh besar dalam memberikan gelar juara dunia untuk Prancis.
4. Kelebihan Kante yang Tak Dimiliki oleh Pemain Lain
Kante memang tak sehebat Messi yang bisa menggocek lawan atau mempunyai teknik menggiring bola yang baik, ia juga tak sebagus Ronaldo yang memiliki kecepatan serta tembakan yang keras nan akurat.
Namun, Messi dan Ronaldo tak akan bisa seperti Kante yang memiliki gaya hidup sangat sederhana dan juga rendah hati.
Jika kita pernah melihat Messi dan Ronaldo emosi, maka kita hanya melihat Kante yang selalu tersenyum.
Messi dan Ronaldo pun memiliki mobil dan rumah yang mewah. Kante? Rumahnya tentu jauh lebih baik dari tempat tinggal sebelumnya, namun tidak semewah Messi atau Ronaldo.
Hal yang sama juga pada kendaraan yang dimiliki oleh Kante yang hanya mempunyai Mini Cooper.
Berdasarkan data dari TotalSportek, di musim 2018/19 ini, Kante mendapatkan gaji dari Chelsea sebesar 120 ribu poundsterling atau lebih dari Rp2,3 miliar per pekan.
Dengan pendapatan yang ia miliki, jelas Kante bisa tinggal di rumah mewah dan mengoleksi mobil mahal yang bisa membuatnya ramai dibicarakan atau semakin dikenal.
Namun yang terjadi adalah Kante tidak menginginkan itu dan memilih tetap renadh hati.
Well, itulah cerita kehidupan N’Golo Kante, sang pemulung yang berubah menjadi juara dunia.
Terus ikuti berita sepak bola dan berita olahraga lainnya di INDOSPORT.COM