Italia Terlambat Baru Pecat Ventura, Apa Selanjutnya?
Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) telah resmi memecat Gian Piero Ventura dari kursi pelatih Timnas Italia meski keputusan itu terlambat. Italia gagal ke Rusia 2018, FIGC baru memecat pelatih 69 tahun tersebut.
Menarik ke belakang, Ventura sejak awal penunjukannya memang sudah mendapat reaksi sumir dari publik Italia sendiri. Reaksi negatif itu apalagi kalau bukan soal rekam jejak Ventura. Tak ada catatan manis yang menyertai Ventura baik saat ia masih jadi pemain ataupun saat jadi pelatih.
Ventura lebih banyak berkubang di level menengah dan bawah. Bahkan saat memutuskan pensiun sebagai pemain, Ventura bermain di Serie D Italia, USD Novese. Menariknya selama menjadi pesepakbola, terkait catatan bermain serta lesakan gol Ventura tidak ditemukan.
1. Pelatih amatir
Rekam jejak Ventura sebagai pelatih pun sebenarnya setali tiga uang dengan kariernya saat masih jadi pesepakbola. Ventura mengawali kariernya sebagai pelatih pada 1976, saat itu ia didaulat menjadi pelatih junior Sampdoria. Tiga tahun kemudian, ia naik jabatan. Ia menjadi assisten pelatih dari Lamberto Giorgis, pelatih Sampdoria saat itu.
Empat tahun jadi asissten pelatih, Ventura mencoba untuk jadi pelatih kepala. Ia pun menjadi pelatih kepala untuk tim amatir, Ruentes Rapallo. Di Rapallo, Ventura hanya satu musim saja melatih.
Pada 1982, Ventura didaulat menjadi pelatih Entella, setelah itu ia hanya berkutat pada tim-tim kecil dan amatir. Baru pada 1993, Ventura naik kelas.
Ventura menjadi pelatih Venezia yang pada musim itu bermain di pentas Serie B. Di tahun pertama menjadi pelatih Venezia, Ventura tercatat meraih 15 kali kekalahan.
2. Sok Idealis
Pasca Italia disingkirkan Swedia di babak play off, jurnalis espnfc (14/11/17), Mark Ogden menyebut memang sedari awal penunjukkan Ventura sangatlah aneh. Sementara itu, jurnalis lainnya, Gab Marcotti menyebut bahwa penunjukkan Ventura memang mengerikan. "Ia (Ventura) seperti mengasingkan Timnas dari pendukung dan pemain andalannya dengan pilihan taktiknya," kata Marcotti.
Apa yang dikatakan oleh Marcotti ialah merujuk pada sikap Ventura yang tidak mau memasukkan pemain agresif Napoli, Lorenzo Insigne. De Rossi pun tak sungkan untuk memprotes hal tersebut saat laga berlangsung. "Di pertandingan sudah mendekati akhir dan kita belum mencetak gol seharusnya kita harus menang maka saya sarankan agar ia memasukkan striker dan Insigne pilihan tepat," kata pemain AS Roma itu.
Namun jika kembali melihat rekam jejak Ventura saat masih melatih, apa yang dilakukan Ventura mungkin 'wajar'. Ia memang terbiasa bekerja tanpa tekanan berarti. Lihat saja bagaimana selepas melatih tim amatir, ia lebih banyak berkutat pada tim kecil.
Usai dipecat oleh Venezia pada musim 1994/95, Ventura ditunjuk menjadi pelatih Lecce. Bersama Lecce, Ventura bisa dibilang meraih musim 'gemilangnya'. Ventura sukses membawa Lecce keluar sebagai juara Serie C1, Lecce pun berhak promosi ke Serie B musim berikutnya. Bersama Lecce di musim itu, Ventura sukses memberikan 16 kali kemenangan, 13 kali seri dan 5 kali kalah.
3. Perjudian FIGC cari pengganti
Setelah resmi memecat Ventura, nama yang santer bakal menggantikan tentu saja dua pria Italia, si pengangguran Carlo Ancelotti dan pelatih tim 'antah berantah', Roberto Mancini. Pilihan yang masuk akal dan terbilang mudah.
Namun tentu bakal ada catatan besar bagi keduanya untuk kembali membangun mental pemain Italia jelang Euro 2020 dan yang paling jadi pekerjaan rumah besar andai FIGC menjatuhkan pilihan diantara keduanya ialah kemampuan salah satunya untuk beradaptasi dengan budaya sepakbola Italia saat ini.
Italia mungkin bisa berkaca pada negara-negara Eropa lainnya yang mulai mencoba jasa pelatih non negaranya. Inggris misalnya, demi menuntaskan nafsu untuk meraih gelar Piala Dunia, Inggris sudah dua kali menggaet dua pelatih pelatih non Inggris. Yang pertama pada 2001, pria Swedia, Sven Goran Eriksson didapuk menukangi David Beckham cs saat itu. Eks pelatih Sampdoria itu cukup lama melatih Inggris yakni sampai 2006. Prestasinya? Paling bagus membawa skut Tiga Singa itu ke babak perempat final dua Piala Dunia 2002 dan 2006 serta Euro 2004.
Tentunya jika sampai FIGC sampai mengambil keputusan untuk rekrut pelatih non Italia, pertimbangan soal bagaiamana si pelatih itu sudah sangat mengenal budaya dan karakter sepakbola Italia sebagai salah satu acuan besarnya. Faktanya memang seiring pentas Serie A menjadi kiblat liga sepakbola dunia, banyak pelatih non Italia yang terbilang sukses melatih klub Serie A.
Nama seperti Ivan Juric dan Sinisa Mihajlovic layak dikedepankan. Mereka ialah dua pelatih asing yang bertahan di kerasnya pentas Serie A, meski Juric saat ini pun berstatus penganguran.
Dua pelatih asing ini sebenarnya sudah sangat mengenal budaya dan karakter sepakbola Italia, hal yang sebenarnya dilupakan oleh Ventura. Apa budaya dan karakter itu? Sederhananya bagi orang Italia, meski satu tim selama 2x45 menit bermain dengan taktik sangat bagus serta menciptakan sejumlah peluang emas namun hasil akhir kalah, mereka tetap dianggap sebagai pencundang.