INDOSPORT.COM - Arema FC termasuk salah satu raksasa sepak bola Indonesia. Klub berlambang singa ini pernah meraih sejumlah trofi bergengsi, antara lain juara Galatama (1992-1993), Piala Indonesia (2005, 2006), ISL (2009-2010), dan Piala Presiden (2017, 2019).
Di sisi lain, kondisi finansial Arema FC pun cenderung stabil dan relatif tidak pernah bermasalah dengan urusan gaji pemain di era Liga 1 (2017-2020), bahkan di tengah situasi sulit berupa pandemi virus corona yang memaksa kompetisi mangkrak sejak pertengahan Maret silam.
Namun, terdapat suatu masa di mana Arema mengalami kesulitan finansial, tepatnya menjelang babak 8 besar Liga Indonesia Bank Mandiri (LIBM) 1999- 2000. Mereka nyaris batal berangkat ke Jakarta yang kala itu menjadi venue di Stadion Utama Senayan (sekarang Gelora Bung Karno).
Alasannya klasik. Pemilik Arema Malang waktu itu, Tinton Soeprapto dan Lucky Andriana Zainal, tidak sanggup lagi membiayai klub. Bisa dimaklumi mengingat kondisi Tanah Air, terutama perekonomian, belum pulih sepenuhnya dari krisis moneter 1998.
Pada akhirnya, Arema tetap berangkat ke Jakarta dan bertarung di babak 8 Besar LIBM 1999-2000, kendati hasilnya kurang memuaskan karena gagal melanjutkan langkah menuju semifinal akibat kalah bersaing dengan Persikota Tangerang dan Persija Jakarta.
Terselip cerita menarik di balik kepastian Arema berangkat ke Jakarta kala itu. Klub terpaksa meminjam uang kepada seorang pengusaha lokal Jawa Timur bernama Sri Suryati Soetarjo senilai kurang lebih Rp300 juta.
Berdasarkan penelusuran INDOSPORT, Sri Suryati merupakan pemilik Kafe Hore-Hore di Jakarta. Dia juga dikenal sebagai tokoh akademis yang cukup terpandang di Jawa Timur sekaligus istri dari legenda intelijen Tanah Air berjulukan James Bond Indonesia, Teddy Rusdy.
Beberapa waktu lalu, INDOSPORT berkesempatan mewawancarai putra sulung Sri Suryati, Andrew Baskoro Rusdy, di Jakarta. Pria yang kini berstatus pemilik klub Liga 3 asal Depok, Persipu FC, ini lantas bercerita tentang urusan utang-piutang sang ibunda dengan Arema era 2000.
"Jadi kala itu Arema sedang kesulitan finansial menjelang keberangkatan ke Jakarta. Mereka adalah satu-satunya wakil Jawa Timur di babak 8 Besar LIBM 1999-2000," kata Andrew Baskoro kepada redaksi berita olahraga INDOSPORT, Selasa (15/12/20).
"Ibu saya dihubungi oleh teman baiknya, Cak Nun (Emha Ainun Nadjib). Dia dimintai tolong untuk membantu Arema yang terancam batal berangkat ke Jakarta. Cak Nun sebelumnya sudah mengumpulkan dana bersama pihak lain, tapi masih kurang Rp300 juta. Ibu saya pun tergerak meminjamkan karena spirit kebersamaan Jawa Timur," tuturnya.
Dikarenakan jumlah uang yang dipinjam cukup besar untuk ukuran tahun-tahun itu, Arema membuat sebuah perjanjian hitam di atas putih dengan Sri Suryati.
Klub secara otomatis akan beralih kepemilikan ke tangan sang pengusaha bila pihak Tinton Soeprapto dan Lucky Andriana Zainal tak bisa melunasi utang tersebut hingga jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan bersama.
Pada perkembangannya, manajemen Arema Malang gagal melunasi utang Rp300 juta tepat waktu sehingga mereka diharuskan menyerahkan pengelolaan klub secara sukarela kepada Sri Suryati Soetarjo.
"Saya tak hanya mengucapkan terima kasih, tapi juga minta maaf karena terlampauinya batas tempo peminjaman. Proses masuknya Ibu Sri Suryati ke Arema harus didukung dengan suasana yang aman dan nyaman," ujar Tinton seperti dikutip dari Tabloid BOLA edisi 1.032 (Selasa, 22 Agustus 2000).
"Saya ingat ibu dulu itu tidak pernah punya niat mengakuisisi Arema karena tujuan awal dia sebatas membantu teman tanpa memikirkan hal-hal lain. Beliau yakin Arema bisa melunasi utang, tapi yang terjadi malah sebaliknya," cetus Andrew Baskoro.
Peralihan kepemilikan Arema Malang dari tangan Tinton Soeprapto dan Lucky Andriana Zainal ke Sri Suryati diibaratkan oleh Baskoro sebagai ketidaksengajaan. Sang ibunda bahkan terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Ibu saya bingung waktu itu. Dia memang dasarnya suka nonton sepak bola, namun tidak pernah berniat memiliki klub sepak bola," cetusnya.
"Jadi hanya sebentar saja dia pegang sembari dicarikan investor lain yang berminat mengelola. Lucu kan ceritanya. Dia jadi pemilik Arema secara tidak sengaja," jelas Andrew Baskoro diiringi gelak tawa.
Penuturan Baskoro dibenarkan oleh Charis Yulianto yang berstatus pemain Arema era 2000. Dia mengaku sempat merasakan berada di bawah manajemen Sri Suryati, namun hanya sebentar karena tidak lama kemudian klub beralih kepemilikan lagi ke tangan Iwan Budianto.
"Ibu Sri Suryati membuat kami tetap berangkat ke Jakarta dan berjuang di babak 8 Besar Liga Indonesia 1999-2000, tapi dia pegang Arema cuma periode itu saja seingat saya kalau tidak salah," ucap Charis Yulianto kepada INDOSPORT via aplikasi pesan singkat Whatsapp, Jumat (18/12/20).
"Tidak lama kemudian, Arema sempat diambil alih Iwan Budianto sekitar tiga tahun sebelum dibeli Bentoel pada 2003, tapi saya dan sebagian besar pemain lama sudah pindah klub," tandas bek jangkung andalan timnas Indonesia di Piala Tiger 2004 ini.
Begitulah kira-kira sepenggal cerita menggelitik Arema Malang yang pernah secara tidak sengaja menjadi hak milik istri 'James Bond', Sri Suryati Soetarjo.
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom