INDOSPORT.COM - Legenda sepak bola dunia yang baru saja berpulang, Rabu (25/11/20), Diego Maradona, pernah bersinggungan dengan Indonesia. Jauh sebelum berkunjung ke Nusantara pada 2013, ia sempat bertanding melawan timnas U-19 saat membela Argentina di Piala Dunia U-20 1979.
Tak mengherankan bila sosok Maradona meninggalkan kesan tersendiri di benak para pesepak bola era 1980-an, salah satunya Bambang Nurdiansyah. Striker yang bersinar bareng Pelita Jaya ini lantas berbagi kenangannya kepada awak redaksi berita olahraga INDOSPORT.
"Orang-orang tahu timnas Indonesia U-19 pernah menghadapi Diego Maradona di Piala Dunia U-20 1979. Jangankan berduel di lapangan, kami bahkan satu hotel dengan Argentina selama di Jepang yang waktu itu berstatus tuan rumah turnamen," tutur coach Banur, sapaan akrabnya, via telepon, Kamis (26/11/20).
Banur bercerita, Maradona waktu itu belum genap berusia 19 tahun, tapi sudah dikawal ketat oleh petugas keamanan bak pesepak bola senior di Eropa. Namanya sudah diakui sebagai bintang baru yang bakalan menggemparkan jagat sepak bola kelak.
"Ketat sekali ya pengawalannya untuk ukuran seorang remaja berusia 18 tahun. Kalau tidak salah waktu itu dia sudah jadi brand ambassador Puma. Kontrak seumur hidup sepertinya," cetus Banur yang kini menjabat pelatih klub Liga 2, Muba Babel United.
Bambang Nurdiansyah melanjutkan, timnas Indonesia U-19 racikan pelatih Soetjipto Soentoro sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi Argentina yang dipimpin oleh Diego Maradona sejak jauh-jauh hari. Satu pemain pun ditunjuk untuk menempel ketat sang megabintang, siapa lagi kalau bukan Mundari Karya.
Hari pertandingan tiba, 26 Agustus 1979. Timnas Indonesia U-19 lebih dulu memasuki lapangan di Stadion Omiya untuk menggelar sesi pemanasan, barulah Argentina menyusul berselang beberapa menit kemudian.
Apa yang terjadi? Bukannya pemanasan, personel timnas Indonesia malah terpaku begitu Argentina yang dipimpin Maradona memasuki lapangan. Mereka kompak melongo sebagai bentuk refleks lantaran tersihir magis Il Dio alias Sang Dewa.
"Melihat kami melongo, Soetjipto Soentoro langsung berteriak. 'Woiy, pemanasan! Jangan diam saja.' Baru kemudian kami tersadar dan melanjutkan pemanasan," kata Banur.
"Saya masih ingat betul apa yang dilakukan Maradona sesaat sebelum kick-off. Dia menendang bola vertikal ke atas, tegak lurus tinggi sekali, lalu menahan dengan kaki kirinya ketika bola turun dari angkasa. Itu bola bisa seketika menempel di kakinya tanpa memantul liar," ucap Banur lagi.
Lantas bagaimana kelanjutan laga timnas Indonesia U-19 vs Argentina? Formasi 5-4-1 pilihan Soetjipto serta kewajiban menyerang serta bertahan secara bersama-sama untuk seluruh personel Garuda Muda rupanya tidak banyak membantu.
Timnas Indonesia U-19 seperti diterjang angin puyuh. Tommy Latuperissa sudah terkena kartu kuning pada menit pertama, lalu kubu Argentina mengoyak jala gawang Endang Tirtana sebanyak lima kali!
Kelima gol Argentina masing-masing disumbangkan oleh striker Ramon Diaz yang menorehkan hattrick, dilengkapi dua aksi kelas wahid Diego Maradona pada menit ke-19 dan 39.
"Yang membedakan Argentina dengan tim lain adalah Maradona. Sulit bagi siapa pun untuk menjaga dia. Secara fisik maupun teknik individu saya pikir mustahil menghentikannya," cetus Mundari Karya di Buku "Piala Dunia Bukan Mimpi" produksi Tabloid BOLA 2014.
"Saya saja hanya dapat keringatnya. Dia itu cepat sekali," tambah pria yang kini menjabat sebagai Manajer Barito Putera ini seperti dilansir Edisi Tematis Tabloid BOLA "Jaya, Garuda", 6 Oktober 2014.
Ada kejadian jenaka ketika turun minum. Mundari Karya yang sejak awal ditugasi menjaga Maradona dan ternyata gagal total langsung kena damprat pelatih Soetjipto Soentoro di ruang ganti.
Bukannya mengakui kesalahan, Mundari Karya justru terlebih dulu "ngeles" alias mencari pembenaran terhadap kegagalan dirinya menjinakkan Maradona. Sebuah tindakan yang kemudian bisa dipukul balik oleh Soetjipto.
"Mundari beralasan tidak bisa menjaga Maradona karena bingung. Dia bilang wajah pemain Argentina sama semua. Pelatih mencak-mencak. 'Jangan lihat mukanya. Kan ada nomor punggungnya. Siapa juga tahu Maradona itu nomor 10!," ujar Banur diiringi gelak tawa.
Seolah sudah puas, gelombang serangan Argentina praktis berhenti di babak kedua. Skor telak 5-0 bertahan hingga bubaran dan timnas Indonesia U-19 terhindar dari situasi yang lebih parah.
Status Indonesia sebagai 'Anak Bawang' yang memperoleh tiket gratisan ke Piala Dunia U-20 1979 semakin dipertegas dengan hasil pertandingan berikutnya kontra Polandia dan Yugoslavia. Garuda Muda digasak masing-masing dengan skor 0-6 dan 0-5!
Label juru kunci Grup B Piala Dunia U-20 1979 tanpa pernah mencetak gol pun tidak terhindarkan, namun semua itu terasa sepadan bila mengetahui Indonesia pernah berhadapan dengan seorang legenda sepak bola bernama Diego Maradona.
"Diego Maradona adalah seorang bintang yang dilahirkan oleh Tuhan. Satu berbanding jutaan orang. Sungguh beruntung pernah menghadapinya dulu di atas lapangan. Kepergiannya merupakan kehilangan besar bagi dunia sepak
bola," imbuh Bambang Nurdiansyah.
"Saya turut berduka dengan kepergian Diego Maradona. Sungguh kepedihan yang bertubi-tubi setelah pekan lalu sahabat saya, Ricky Yakobi, dipanggil Tuhan. Sekarang idola saya, idola kita semua," pungkas Banur.
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom