INDOSPORT.COM - 1989 menjadi tahun kelam Persipura Jayapura di Liga Indonesia era perserikatan. Mereka runtuh dan tak berdaya di antara dominasi klub-klub Indonesia bagian barat. Persipura terjun ke kompetisi kasta kedua (divisi satu) kala itu usai ditaklukkan oleh klub asal Sumatera Utara, PSDS Deli Serdang, dengan dua gol tanpa balas.
Kenyataan itu berbanding 180 derajat dengan pencapaian mereka di delapan tahun sebelumnya saat mengakhiri kompetisi Perserikatan 1980 sebagai runner up.
Kabar terdegradasinya Persipura di masa itu menjadi sensasional, mengingat tim Mutiara Hitam merupakan harapan terakhir publik Papua di kancah sepak bola nasional, setelah wakil Papua lainnya, Perseman Manokwari juga telah terdegradasi.
Usai Persipura terlempar ke kasta kedua, nama Irian Jaya (sebelum Papua) kala itu tenggelam bak ditelan bumi. Nyaris tak ada ingar bingar lagi tentang sepak bola Bumi Cenderawasih di Indonesia.
Setidaknya, itu yang diungkapkan oleh kapten pertama Persipura di era Liga Indonesia (Ligina) I, Ferdinando "Nando" Fairyo mengenang masa di mana Persipura berada pada titik nadir.
Nando adalah salah satu saksi sekaligus pelaku sejarah di masa sulit Persipura kala itu. Ia merupakan jebolan dan kapten tim PPLP (Diklat) Irian Jaya angkatan pertama tahun 1986 binaan pelatih legendaris Persipura, HB Samsi dan Hengky Rumere.
Generasi Class of '86 ini di antaranya Izack Fatari, Ritham Madubun, Nando Fairyo, Ronny Wabia, Yacob Rumayom, Chris leo Yarangga, David Saidui, Ramses Rumbekwan, Yohanes Bonai, Abdul Aji Mayor, Carolino Ivakdalam, Aples Tecuari dan beberapa nama lainnya.
"Saat Persipura terdegradasi, ada suara-suara yang bilang bahwa kami sudah tidak ada di perserikatan jadi sebaiknya lapangan di Stadion Mandala itu ditanami singkong saja. Jadi kita hanya bisa bersabar," kenang Nando saat dihubungi awak redaksi INDOSPORT, Selasa (21/4/20).
Kabar terdegradasinya Persipura seolah menjadi komoditas seksi yang dimanfaatkan oleh media-media cetak kala itu. Dalam sebuah berita yang dimuat di salah satu surat kabar ternama di masa itu bahkan memampang judul bernuansa rasisme.
"Persipura, nasibmu sekelam kulitmu". Begitu judul yang tertulis beserta sub judul "Persipura degradasi ke Divisi Satu" yang masih tersimpan dengan jelas dalam memori kepala seorang Nando Fairyo.
Sindiran itu justru melecut semangat anak-anak muda Papua yang tergabung dalam PPLP. Mereka kian berambisi mengangkat Persipura kembali ke kompetisi tertinggi di Indonesia.
"Waktu Persipura degradasi itu saya masih di PPLP. Ketika itu saya membaca sebuah koran yang menuliskan judul berita Persipura nasibmu sekelam warna kulitmu dan sub judulnya itu Persipura degradasi ke divisi satu," ujar Nando.
"Mulai dari hari itu saya bersumpah kalau Tuhan kasih saya kesempatan, saya akan membawa Persipura kembali ke divisi teratas," kenangnya.
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom