Jadi Tuan Rumah Piala Dunia Tak Melulu Berujung Kisah Indah, Indonesia Masih Mau?
Jika Indonesia nantinya terpilih oleh FIFA untuk menyelenggarakan Piala Dunia, entah itu kategori usia U-21 atau pada tahun 2034 mendatang, kita tidak boleh terlalu senang.
Memang, FIFA tidak mewajibkan negara tuan rumah untuk membangun stadion yang benar-benar baru untuk bisa memainkan pertandingan Piala Dunia. Tapi mereka punya standar tinggi, mulai dari rumput lapangan, penerangan, tribun hingga keseluruhan stadion.
Seperti yang dilansir dari Financial Times, Brasil saja harus menggelontorkan US$ 11,63 miliar dalam memenuhi segala aspek menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 lalu.
30% dari total biaya yang dikeluarkan tersebut, sebanyak US$ 3,6 miliar atau sekitar Rp50 triliun dihabisi untuk membangun beberapa stadion megah yang kita saksikan sendiri saat Piala Dunia 2014 berlangsung.
-Brasil pun langsung mengebut pembangunan sebanyak tujuh stadion baru dan merenovasi besar-besaran lima stadion lama. Memang, pembangunan ini membuka banyak lowongan pekerjaan baru, tapi semuanya berakhir sia-sia.
Sebanyak 12 stadion dengan fasilitas kelas tinggi pun sudah siap digunakan saat setahun sebelum Piala Dunia 2014 dimainkan. Tahun 2013, sederet foto beredar di dunia maya, tentang hasil pembangunan 7 stadion baru dan 5 stadion lama yang direnovasi.
-Banyak yang berdecak kagum dengan hasil pembangunan total 12 stadion yang dilakukan Brasil demi penyelenggaraan Piala Dunia 2014. Tapi saat kompetisi selesai, cerita indah itu seolah sirna entah ke mana.
Seperti yang dialami oleh stadion termahal dalam pembangunan yang dilakukan Brasil, yaitu Stadion Mane Garrincha di Brasilia. Memakan biaya hingga US$550 juta atau sekitar Rp7,69 triliun, stadion tersebut sangat memprihatinkan saat ini.
Menurut laporan dari NPR, stadion megah dan fasilitas kelas tinggi saat menggelar Piala Dunia itu, kini hanya menjadi tempat parkir, baik untuk bus, mobil atau kendaraan lainnya oleh masyarakat sekitar.
Bahkan lebih mirisnya saat band metal legendaris datang ke Brasil, yakni KISS. Band tersebut datang ke Brasilia namun tidak mengadakan konser di dalam stadion seperti kebanyakan band lainnya di seluruh dunia.
"Mereka datang ke Brasilia, tapi tidak konser di dalam stadion. Mereka konser di luar, karena harga sewa stadion yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa pemerintah setempat tidak mampu mengatur sebuah tempat olahraga yang besar untuk menjadi pemasukan daerah," ucap Jose Cruz, reporter olahraga untuk Universo Online yang tinggal di Brasilia.
Harga sewa yang sangat tinggi yang membuat band metal legendaris seperti KISS ogah manggung di Mane Garrincha dikarenakan biaya perawatan yang sangat tinggi karena stadion tersebut masuk kategori mewah.
Tapi jika stadion tersebut kesulitan mendapatkan penyewa untuk event-event olahraga tertentu, juga akan menjadi kerugian karena pemasukan sama sekali tak ada. Hal inilah yang membuat kebanyakan stadion Piala Dunia 2014 di Brasil terbengkalai.
Hal inilah yang ditakutkan dialami Indonesia, yang sedang mencalonkan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034 mendatang. Biaya sewa stadion usai pagelaran Piala Dunia akan meninggi dan jika tidak bisa memenuhi biaya perawatan yang juga tak sedikit, bisa jadi stadion megah akan tak terurus nantinya.
Sudah Terjadi Usai SUGBK Gelar Asian Games 2018
Bahkan contoh realita dari kasus ini juga sudah terjadi di Indonesia, saat merenovasi besar-besaran Stadion Utama Gelora Bung Karno jelang menjadi tuan rumah Asian Games 2018 lalu.
Menurut keterangan yang disampaikan pihak pengelola SUGBK, komplek olahraga yang menjadi ikon ibukota DKI Jakarta itu memakan biaya yang totalnya mencapai Rp769,6 miliar.
Seperti yang diatur dalam peraturan Menteri Keuangan PMK No 38/PMK.05/2018 tanggal 12 April 2018, tarif penggunaan Fasilitas dan Venues Olahraga GBK khususnya untuk stadion utama saat ini seharga Rp450 juta per 12 jam/hari.
Harga tersebut mengalami kelonjakan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan tarif sewa GBK sebelum direnovasi besar-besaran.
Dulu, pertandingan sepak bola Timnas Indonesia, tarif sewa yang dikenakan hanya senilai Rp75 juta per pertandingan maksimum 2 jam. Sementara untuk klub-klub profesional, seperti Persija Jakarta, hanya membayar Rp180 juta per pertandingan.
Terlihat sangat jauh kenaikannya dari tarif sewa lama ke baru. Tapi ini hal yang wajar, pasalnya GBK yang makin modern dan mewah tentunya akan membutuhkan biaya perawatan yang meningkat.
Ini tentu menjadi peringatan, bahwa semakin bagus stadion direnovasi atau dibangun megah seperti di Brasil dengan tujuan menggelar Piala Dunia, bisa menjadi bumerang yang menyakitkan pihak pengelola.
Pihak pengelola masing-masing stadion akan pusing membiayai perawatan stadion megah usai pagelaran Piala Dunia. Apalagi dengan harga sewa tinggi, banyak pihak penyewa seperti Event Organizer untuk acara-acara tertentu atau klub-klub profesional berpikir ulang untuk menyewa.
Ini harus dikhawatirkan oleh Indonesia yang sedang mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia. Bukan tidak mendukung, apalagi melihat Timnas Indonesia mentas di Piala Dunia, pastinya kita mau.
Tapi kita harus benar-benar matang memikirkan efek setelah Piala Dunia tersebut, jangan sampai kita mengalami hal serupa dengan Brasil. Apakah PSSI sudah memikirkan ini?
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom