INDOSPORT.COM - Komitmen PSSI pada program pengembangan sepak bola usia dini benar-benar dipertanyakan. Piala Soeratin U-17 yang notabene gawean wajib federasi sepak bola tertinggi di tanah air itu, terkesan berjalan apa adanya.
Minimnya perhatian itu tergambar dari penentuan lapangan pertandingan. Sebanyak 32 tim sebagai wakil masing-masing provinsi, disuguhi pemandangan ironi dengan bertanding di lapangan hancur lebur dan tidak layak untuk tingkat nasional.
"Ya bagaimana lagi, kondisinya memang demikian. Beruntung, pemain kami tidak sampai mengalami cedera parah," bilang pelatih Persebaya Surabaya, Sutrisno kepada INDOSPORT.
Kekhawatiran Persebaya memang semakin menjadi hingga memastikan tiket semifinal pasca mengalahkan Persigowa, sore tadi. Lapangan di Stadion Brantas Kota Batu, sangat tidak enak dipandang akibat guyuran hujan deras setiap harinya dan tidak digubris oleh pihak penyelenggara, yaitu PSSI Asosiasi Kota (Askot) Batu maupun Malang.
Tak hanya di Stadion Brantas, babak 32 besar Piala Soeratin juga digelar di tiga tempat lainnya, yaitu lapangan Kompleks Agro Wisata Kusuma Kota Batu, lapangan Arhanud dan Stadion Dirgantara TNI AU Malang.
"Sehingga, kami berharap babak semifinal sampai final nanti dipindah ke tempat lain karena lapangan di sini sudah tidak layak," sambung bek legendaris Persebaya saat Juara Kompetisi Perserikatan tahun 1988 silam tersebut.
Kekecewaan juga dirasakan tim Persihaltim dari Kabupaten Halmahera Timur. Bayangan untuk bertanding dengan atmosfer layaknya kompetisi, harus terkubur akibat minimnya komitmen PSSI selaku penyelenggara turnamen usia dini itu.
"Padahal, tahun 2016 kami berlaga di Stadion Manahan Solo dan 2018 di Maguwoharjo Sleman. Bayangan kami sebenarnya anak-anak ini bermain setidaknya di Stadion Gajayana Malang atau Kanjuruhan," tandas Sekretaris Umum Persihaltim, Annas Zulkarnain.
Terus Ikuti Berita Sepak Bola Liga Indonesia Lainnya Hanya di INDOSPORT