INDOSPORT.COM - Melihat nasib para atlet badminton yang dikalahkan wakil Indonesia di partai final Olimpiade. Bagaimanakah kelanjutan karier mereka?
Pada kejuaraan multi event terbesar empat tahunan sekelas Olimpiade, kontingen Indonesia tercatat memang selalu rutin menggondol pulang medali juara ke Tanah Air dari cabang badminton.
Melansir laman resmi Olimpiade, secara keseluruhan kontingen Indonesia dari cabor badminton telah mengumpulkan 19 medali juara sejak 1992, sekaligus menempati peringkat kedua negara terbanyak peraih medali di bawah China.
China sendiri memang sangat adidaya dalam pesta olahraga multi event terbesar di dunia ini, total hingga olimpiade 2016 berhasil mengumpulkan 41 medali juara hanya dari ajang badminton.
Meski kalah jauh dari China, namun raihan kontingen Indonesia yang mampu menempati peringkat kedua perolehan total medali di ajang badminton tetap layak mendapat apresiasi.
Menariknya, sejak tahun 1992 hingga 2008, Indonesia selalu mendapatkan minimal satu emas dari berbagai nomor. Meski tradisi emas sempat terhenti tahun 2012 lalu, namun pada olimpiade 2016 pasangan ganda campuran Liliyana Natsir & Tontowi Ahmad kembali mengharumkan Merah-Putih di podium juara.
Usai berhasil meraih kemenangan dalam sembilan partai final, bagaimanakah kiprah para lawan wakil Indonesia selama ajang Olimpiade tersebut? Berikut SOICAUMIENBAC.cc coba merangkum serta mengulasnya.
Olimpiade 1972
Pada olimpiade 1972, olahraga badminton masuk sebagai cabor percobaan namun hal tersebut tidak mempengaruhi persiapan kontingen Merah-Putih untuk ambil bagian serta merebut medali emas.
Terbukti di ajang tersebut ada dua wakil Indonesia yang menjadi juara yakni Rudy Hartono di tunggal putra, serta Ade Chandra & Christian Hadinata melalui ganda putra.
Rudy Hartono meraih emas setelah menang atas Svend Pri (Denmark), sementara Ade Chandra & Christian Hadinata mendapat emas usai menaklukan Ng Boon Bee/Punch Gunalan asal Malaysia.
Usai kalah dari Rudy Hartono, karier tunggal putra Svend Pri tampak mengalami kemajuan dengan menjuarai All England tahun 1975 bahkan menjadi runner up Kejuaraan Dunia tahun 1977.
Sementara Ng Boon Bee/Punch terlihat stagnan, dan cuma menjuarai beberapa event internasional seperti German Open dan Denmark Open sebelum akhirnya memutuskan pensiun tahun 1973.
Olimpiade 1992
Pada Olimpiade 1992, Indonesia kembali menyumbangkan dua wakilnya di podium juara yakni Susi Susanti di nomor tunggal putri serta Alan Budikusuma di nomor tunggal putra.
Susi Susanti mengalahkan tunggal putri Korea Selatan, Bang Soo-hyun. Sedangkan Alan Budikusuma menjadi juara usai mengandaskan sesama wakil Indonesia, Ardy Wiranata.
Kiprah kedua atlet badminton tersebut usai kalah dari wakil Indonesia di ajang Olimpiade terbilang cukup membaik, Bang Soo-hyun misalnya, ia berhasil menjuarai Asian Games dan Sudirman Cup bahkan mendapat medali emas di Olimpiade 1996.
Sementara Ardy Wiranata, menjadi bagian dalam keberhasilan Indonesia meraih tiga gelar bergengsi yakni Asian Games (1994), Thomas Cup (1994 dan 1996) serta SEA Games (1995).
Olimpiade 1996
Empat kemudian, tradisi emas bulutangkis Indonesia di ajang olimpiade berlanjut dan dipersembahkan oleh ganda putra Rexy Mainaky & Ricky Subagja Ganda Putra. Keduanya berhasil mengalahkan Cheah Soon Kit/Yap Kim Hock asal Malaysia di partai puncak.
Pasca kekalahan di final Olimpiade 1996, ganda putra Malaysia tidak mengalami perkembangan cukup signifikan dalam karir mereka. Tercatat keduanya hanya bisa meraih juara Commonwealth Games 1998, serta beberapa IBF World Grand Prix seperti Japan Open, Dutch Open serta Hong Kong Open.
Olimpiade 2000
Ganda putra kembali membawa medali emas di Olimpiade 2000, dan kali ini giliran pasangan Tony Gunawan & Candra Wijaya yang menjadi pahlawan. Keduanya mengalahkan ganda putra Korea Selatan, Lee Dong-soo/Yoo Yong-sung di partai final.
Usai kalah di final, Lee Dong-soo/Yoo Yong-sung beberapa kali membantu Korea Selatan meraih gelar antar negara seperti Asian Games (2002) dan Sudirman Cup (2003). Selain itu keduanya juga sering menjuarai IBF World Grand Prix seperti Swiss Open, Indonesia Open, Malaysia Open hingga Hong Kong Open.
Olimpiade 2004
Di Olimpiade 2004, tunggal putra Taufik Hidayat berhasil merebut medali emas usai menang atas Shon Seung-mo dari Korea Selatan. Catatan tersebut sekaligus menjadikan Taufik Hidayat sebagai tunggal putra Indonesia ketiga yang bisa merebut emas Olimpiade sepanjang sejarah.
Sementara itu, Shon Seung-mo setelah kalah dari Taufik Hidayat di partai final Olimpiade tampak tidak mengalami perkembangan, tercatat hanya gelar BWF International Challenge yang pernah ia menangi seperti Singapore International, Korea International, Malaysia Satellite dan Thailand Satellite.
Olimpiade 2008
Untuk keempat kalinya, ganda putra Indonesia bisa membawa pulang medali emas di Olimpiade dan kali ini melalui tangan Hendra Setiawan & Markis Kido. Keduanya menjadi juara setelah mengalahkan unggulan China, Cai Yun/Fu Haifeng.
Namun menariknya, meski kalah di Olimpiade karir ganda putra China tersebut malah melesat jauh bahkan mampu menduduki peringkat satu dunia ranking BWF pada 2011.
Beberapa gelar juara berhasil dimenangkan Cai Yun/Fu Haifeng, diantaranya dua kali kejuaraan dunia, dua kali menjadi bagian Chian dalam merebut Thomas Cup, hingga empat kali memenangi Sudirman Cup.
Olimpiade 2016
Terakhir pada ajang Olimpiade 2016, Liliyana Natsir & Tontowi Ahmad menjadi wakil Indonesia terakhir yang bisa meraih medali emas lewat nomor ganda campuran. Keduanya menjadi juara setelah mengalahkan ganda campuran asal Malaysia, Goh V Shem/Tan Wee Kiong.
Usai kalah di final Olimpiade, tidak banyak gelar juara yang bisa diraih Goh V Shem/Tan Wee Kiong. Tercatat gelar juara terakhir yang mereka menangkan adalah ajang Super 300 yakni New Zealand Open pada bulan Mei 2019 lalu.
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom