INDOSPORT.COM - Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat dan juga pencinta bulutangkis di Indonesia sempat dibuat cemas lahirnya atlet andal olahraga tepok bulu tersebut bakal terhambat, lantaran salah satu program pencarian bakat, Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis Djarum akan dihentikan mulai tahun 2020.
Penyebabnya kegiatan yang diselenggarakan oleh PB Djarum itu dianggap telah terjadi tindakan eksploitasi anak, karena baju para peserta terdapat tulisan Djarum yang identik dengan salah satu produsen rokok. Padahal, anak-anak di bawah usia 18 tahun harus dijauhkan dari paparan iklan rokok.
Selain itu, PB Djarum juga dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Pada audisi kali ini juga saya sampaikan sebagai ajang untuk pamit sementara waktu, karena di tahun 2020 kita memutuskan untuk menghentikan audisi umum," ungkap Yoppy Rosimin selaku Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation saat menggelar audisi di Purwokerto beberapa waktu lalu.
"Memang ini disayangkan banyak pihak, tetapi demi kebaikan bersama kita hentikan dulu, biar reda dulu, dan masing-masing pihak agar bisa berpikir dengan baik."
Padahal sejak digelar pada tahun 2006 lalu, program tersebut telah banyak memberikan kontribusi positif dengan melahirkan banyak pebulutangkis hebat yang telah mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia seperti Alan Budikusuma, Mohammad Ahsan, Kevin Sanjaya, hingga Tontowi Ahmad.
Terhentinya kegiatan Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis Djarum, tentu banyak disayangkan sejumlah pihak salah satunya adalah Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), karena ini menyangkut mimpi anak bangsa dan juga masa depan bulutangkis Indonesia.
"Ya PBSI sangat menyayangkan dengan adanya polemik ini. PBSI tidak melihatnya ada unsur eksploitasi, kita hanya melihat itu adalah pencarian bibit muda yang disaring lalu dibina," kata Sekjen PBSI, Achmad Budiharto saat dihubungi INDOSPORT.
"Lagian juga kan BWF -federasi bulutangkis dunia- melihatnya ini bukan produk rokok, ini yayasan. Kalau BWF melihatnya ini sebagai perusahaan rokok, sudah distop karena dianggap melanggar regulasi mereka," lanjutnya.
Setelah berlarut-larut, masalah polemik ini akhirnya menemui jalan tengah. Kedua belah pihak yang berseteru yaitu PB Djarum dan KPAI sepakat untuk melakukan damai dan memberikan win-win solution.
KPAI mencabut surat tanggal 29 Juli 2019 yang isinya meminta penghentian audisi, dan PB Djarum bersedia mengganti nama dan tidak menggunakan embel-embel Djarum lagi di sisa audisi untuk tahun 2019 yang akan digelar di Surabaya 20-22 Oktober, Solo Raya 27-29 Oktober, dan Kudus 17-19 November, hingga final di Kudus 20-22 November.
"Alhamdulillah dengan komitmen sama, akhirnya PB Djarum sepakat untuk tidak menggunakan merek, logo dan brand image Djarum dalam penyelenggaraan audisi termasuk mengganti nama audisi menjadi audisi umum," kata Ketua KPAI, Susanto.
Islah tersebut juga tidak lepas dari peran mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, yang menjadi mediator keduanya di Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Sebab menurutnya, audisi harus tetap berjalan demi pembinaan.
"Alasan utama adanya kesinambungan audisi bulutangkis ini adalah dengan mempertimbangkan adanya ketersediaan antara bulutangkis usia muda secara selektif dan berjenjang dalam berkontribusi bagi proses pembibitan atlet bulutangkis nasional," kata pria yang karib disapa Cak Imam ini dalam jumpa pers pada Kamis (12/09/19).
"Karena cabor bulutangkis masih menjadi salah satu cabor penyumbang utama perolehan medali di sejumlah event internasional," tambahnya.
Kesepakatan ini tentunya menjadi kabar baik, karena audisi yang dilaksanakan Djarum Foundation melalui PB Djarum merupakan role model pembibitan dan pembinaan atlet usia dini. Selain itu, audisi ini diharapkan bisa menjaga kelanjutan regenerasi atlet bulutangkis nasional.
Sebab pemerintah dalam hal ini Kemenpora yang sejatinya memegang tanggung jawab tersebut, tidak sepenuhnya mampu menggelar pembinaan dan pencarian atlet muda lantaran anggaran yang terbatas.
"Itu sebabnya, kami bermitra dengan swasta. Karena yang dipikirkan Kemenpora kan tidak hanya pembinaan untuk bulutangkis tapi beberapa cabor (cabang olahraga; red). Kalau kita diberikan APBN yang cukup, tidak perlu itu sponsor atau swasta yang melakukan pembinaan," kata Sesmenpora, Gatot Dewa Broto kepada INDOSPORT melalui sambungan telepon.
Lebih lanjut, Gatot juga mengakui pemerintah juga dalam posisi dilematis menyikapi masalah audisi PB Djarum, yang merupakan anak yayasan dari Djarum Foundation dan lahir dari salah satu produsen rokok, PT Djarum.
"Ya memang rokok dan olahraga itu bertolak belakang. Tapi di sisi lain, sejumlah kegiatan olahraga itu didukung oleh rokok. Mereka juga berkontribusi positif."
Kondisi inilah yang membuat pemerintah seakan ragu-ragu untuk mengakhiri hubungan mesra antara perusahaan rokok dengan event olahraga di Tanah Air. Pada akhirnya, PP 109 tetap menjadi jalan tengah pemerintah.
"Jalan tengahnya ya asal jangan demonstratif saja mereka (produsen rokok) dalam mempromosikan produknya. Jika ditunjukkan secara demonstratif baru bertentangan dengan semangat olahraga itu sendiri," tukas Gatot.
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom