Dalam dunia olahraga, ada dua ajang multi event yang cukup bergengsi, yakni Olimpiade dan Asian Games. Namun, khusus negara-negara di Asia Tenggara, ada satu ajang multi event lainnya, yakni SEA Games.
Pada awalnya, ajang SEA Games ini lahir dari inisiatif Luang Sukhum Nayaoradit, wakil Presiden Komite Olimpiade Thailand pada 1958 silam saat menghadiri ajang Asian Games 1958 di Tokyo, Jepang.
Kala itu Luang bersama dengan sejumlah delegeasi negara di Asia Tenggara, yakni Burma (sekarang Myanmar), Kampuchea (sekarang Kamboja), Malaya (sekarang Malaysia), Laos, Thailand, dan Vietnam sepakat untuk menggelar event yang sama dengan Asian Games, hanya saja dikhususkan bagi negara di kawasan Asia Tenggara.
Berawal dari sebatas obrolan, pada akhirnya ide tersebut pun terealisasi pada 12 Desember 1959. Sebuah ajan multi event terlahir dengan nama Sout Eeast Asian Peninsula Games (SEAP Games) sebelum kemudian diganti menjadi Souteast Asian Games (SEA Games) pada 1977. Thailand sendiri dipercaya sebagai tuan rumah pertama dan mempertandingkan 12 cabang olahraga.
Melihat keberhasilan penyelenggaran event tersebut, negara-negara Asia Tenggara lainnya pun tertarik untuk ikut menjadi peserta. Dimulai dari Kamboja pada 1961. Dilanjutkan oleh Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam pada 1977. Timor Leste kemudian menjadi negara terakhir yang ikut serta dalam SEA Games pada 2003 silam.
Sejak saat itu, ajan SEA Games pun mulai rutin dilaksanakan dalam kurun dua tahun sekali hingga kini Malaysia ditunjuk menjadi tuan rumah SEA Games 2017.
Terlepas dari sejarah panjang yang menyelimuti SEA Games, kompetisi yang sudah memasuki edisi ke-29 tersebut memiliki satu asumsi menarik, yakni potensi negara yang ditunjuk sebagai tuan rumah untuk menjadi juara umum selalu besar.
Ya sejak pertama kali digelar pada 1959 silam, tercatat 15 kali kejadian tuan rumah berhasil keluar sebagai juara umum. Contohnya pada dua edisi pertama SEA Games (1959 dan 1961) saat Thailand dan Burma (sekarang Myanmar) menjadi tuan rumah.
Hanya 13 edisi SEA Games saja yang tuan rumahnya gagal merebut predikat juara umum. Contoh terbarunya seperti yang terjadi dalam SEA Games 2015 di Singapura. Saat itu, Thailand yang berhasil keluar juara umum dengan koleksi 95 emas, 83 perak, dan 69 perunggu.
Cabor Penjurian Jadi Lumbung Emas Tuan Rumah
Telah disebutkan sebelumnya, dalam sejarah perhelatan SEA Games, negara yang ditunjuk untuk menjadi tuan rumah lebih sering meraih gelar juara umum. Lalu, mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Setelah ditelisik, hal itu tidak lepas dari kenyataan bahwa negara tuan rumah selalu mendulang banyak medali emas dari cabang-cabang olahraga yang pemenangnya tidak ditentukan dengan skor pasti.
Cabang olahraga yang dimaksud di sini contohnya seperti renang indah, senam indah, pencak silat (nomor seni), dan wushu. Keempatnya menjadi cabor yang penentuan pemenang ditentukan oleh perolehan nilai yang diberikan oleh dewan juri.
Untuk membuktikan hipotesa ini, mari melihat ke cabang olahraga wushu. Entah kebetulan atau tidak, dalam tiga edisi SEA Games terakhir (2011, 2013, dan 2015) tuan rumah selalu meraih banyak medali emas dari cabor ini.
Di SEA Games 2011, Indonesia yang ditunjuk sebagai tuan rumah secara total berhasil mengoleksi delapan emas. Namun, di prestasi itu langsung berkurang di SEA Games 2013 saat Myanmar menjadi tuan rumah. Mereka tercatat menjadi yang terbanyak meraih medali emas di cabor wushu dengan total lima medali.
Hal berikutnya pun kembali terulang dalam ajang SEA Games 2015. Singapura yang berstatus tuan rumah meraih peringkat satu di cabor wushu dengan total koleksi enam medali emas.
Terlepas dari kontroversi yang menyelimuti SEA Games tersebut, ajang dua tahunan ini sendiri selalu menyajikan aksi-aksi terbaik dan menjadi cara jitu untuk meningkatkan gengsi antar negara-negara di Asia Tenggara.
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom