Gianluigi Buffon dan Pencarian yang Hilang dari Trofi Si Kuping Besar
INDOSPORT.COM - Kegigihan Gianluigi Buffon untuk merengkuh trofi impian terpenting dalam kariernya, Liga Champions Eropa, menjadi semakin kompleks dan menarik untuk disimak.
Tak bisa dipungkiri bahwa Gianluigi Buffon adalah salah satu kiper terbaik dalam sejarah sepak bola.
Meskipun menjadi penjaga gawang bukan debut Buffon di sepak bola, namun ia harus berterima kasih kepada Thomas N'Kono, kiper Kamerun di Piala Dunia 1990 yang memperkenalkannya pada posisi benteng terakhir tersebut.
Memutuskan menjadi kiper profesional, Gianluigi Buffon malang melintang membela klub-klub besar Italia seperti Parma dan Juventus. Bersama Juventus, Buffon mencapai puncak kejayaannya sebagai kiper nomor satu dunia.
Hampir dua dekade membela panji putih-hitam, Buffon telah memenangkan banyak sekali gelar mencakup 10 gelar Serie A dan 4 Coppa Italia. Di Juventus pula ia meraih 11 penghargaan kiper terbaik Serie A melengkapi dua koleksi kiper terbaik Eropa (2002-2003, 2016-2017).
Jangan lupa pula, Gianluigi Buffon adalah bagian penting dari skuat Timnas Italia yang memenangkan Piala Dunia 2006. Ia menjadi figur penting yang berjasa mempersembahkan bintang keempat bagi negaranya.
Namun, dari karier yang gemilang tersebut, ada satu hal besar yang belum digapai Buffon, yakni gelar Liga Champions Eropa. Sebuah gelar prestisius bagi klub dan pemain-pemain terbaik di benua biru.
Bukannya tidak berusaha, tiga kali sudah Buffon hampir merengkuh trofi Si Kuping Besar, yakni 2002-2003 (kalah di final vs Milan), 2014-2015 (kalah vs Barcelona), dan 2016-2017 (kalah vs Madrid).
Dengan gengsi Liga Champions yang semakin tinggi tiap tahunnya dan bahkan menjadi prestasi puncak sebuah klub di Eropa, impian Buffon pun makin menggebu. Bahkan ia sampai rela bermain di usia kepala empat untuk tim PSG dan Juventus.
"Saya selalu ingin memenangkannya dan saya selalu yakin bisa melakukannya bersama tim, penggemar, dan kolega saya."
Bagi Buffon, Liga Champions adalah seperti Piala Dunia. Apapun yang dibutuhkan, dia harus mencapainya.
“Ini sangat berarti bagi saya. Ini akan menjadi kegembiraan terbesar dalam karier saya, bersama dengan Piala Dunia 2006 karena itu seperti sebuah hadiah, ”
Tapi harapan itu belum kunjung juga terwujud. Teranyar, La Vecchia Signora disingkirkan oleh Lyon di babak 16 besar Liga Champions 2019-2020.
Sampai usia berapa Buffon mau bermain untuk merebut trofi Liga Champions dan mensejajarkan diri dengan Steven Gerrard, Paolo Maldini, Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Franz Beckenbauer, Johan Cruyff, Peter Schemeichel, Michel Platini, dan banyak legenda lainnya?
1. Kutukan Muntari
Ada cerita unik di balik kegagalan Gianluigi Buffon bersama Juventus merengkuh trofi Liga Champions Eropa. Di balik kesedihan fans Juventus, tentu ada fans sepak bola lain yang bersorak-sorai, semisal AC Milan.
Kegagalan Juventus otomatis makin mengukuhkan AC Milan sebagai tim Italia tersukses di Eropa. Gagalnya Buffon merengkuh trofi Liga Champions pun disangkutpautkan dengan peristiwa "gol hantu" Sulley Muntari pada musim 2011-2012 lalu.
Suporter Milan masih ingat betul pada laga Februari 2012 tersebut. AC Milan memimpin puncak klasemen dengan selisih empat poin dari Juventus di peringkat kedua.
Pada laga pekan ke-25 di San Siro itu, AC Milan sukses unggul terlebih dahulu. Keunggulan Milan pun bertambah pada menit 24', setelah Muntari berhasil menyundul bola dan masuk ke gawang Juventus.
Akan tetapi, wasit dan hakim garis tak melihatnya sebagai sebuah gol walau dari tayangan lambat, bola terlihat jelas jauh melewati garis gawang.
Sayangnya, Buffon sebagai sosok kiper yang dihormati, bersikap tak sportif dan ikut membela diri serta mengamini keputusan wasit. Pada akhir laga, Buffon mengaku tak menyesal melakukan hal tersebut.
Sulley Muntari jadi pemain yang paing kesal pada laga malam itu. “Dia jelas-jelas melihat bola tersebut melewati garis. Saya tidak mengidolakan siapa pun di sepakbola. Tetapi bagaimanapun, saya mengira jika Buffon merupakan pemain yang sportif,” ujar Muntari seperti dikutip dari Tuttosport.
Jika saja gol, Milan bisa memimpin 2-0 dan lebih mudah memenangkan laga alih-alih berakhir imbang 1-1 plus memimpin klasemen dengan keunggulan tujuh angka. Pada akhir musim, Milan harus merelakan scudetto ke tangan Juventus.
Pada laga tak terlupakan itu, Sulley Muntari mengutuk Buffon dengan menyebut kiper legenda Italia itu tak akan pernah menjuarai Liga Champions Eropa. Dan, boleh percaya boleh tidak, kutukan itu seakan terbukti dengan gagalnya Buffon di dua laga final Juventus setelahnya.
Parma Rumah Buffon di Eropa
Meski identik dengan Juventus, Gianluigi Buffon sejatinya telah lebih dulu dikenal saat memperkuat salah satu klub penting di Italia, AC Parma. Justru di klub yang kini berganti nama menjadi Parma Calcio 1913 itulah Buffon merasakan titel Eropa.
Seperti diketahui, selama enam musim membela Gialloblu, Buffon berhasil merengkuh gelar Piala UEFA (Liga Europa) 1998-1999. Itu menjadi gelar Eropa satu-satunya yang dirasakan Buffon sebagai pesepak bola di level klub.
Selain Piala UEFA, Buffon juga merasakan juara Coppa Italia 1998-1999 serta Piala Super Italia 1999. Parma juga hampir scudetto pada akhir musim 1997-1998 sebelum akhirnya ditikung Juventus.
Para pencinta sepak bola pun bertanya-tanya. Mengapa tidak sebaiknya Buffon pulang ke klub yang membesarkan namanya alih-alih kembali ke Juventus dari PSG.
Akan jadi sebuah perpisahan sempurna bagi Gianluigi Buffon jika mengakhiri kariernya di tim Parma ketimbang mengejar trofi Liga Champions bersama Juventus dari bangku cadangan.