x

Mengikis Kepala Batu Maurizio Sarri Sebelum Dipecat Chelsea

Senin, 11 Februari 2019 12:45 WIB
Editor: Coro Mountana
Maurizio Sarri, pelatih Chelsea.

INDOSPORT.COM – Melihat Sergio Aguero mencetak gol ketiganya melalui titik putih pasti akan membuat lutut lemas. Mungkin itu yang dirasakan oleh para penggawa Chelsea yang hanya bisa melihat Manchester City pesta gol atas timnya dalam ajang sepak bola bergengsi, Premier League.

Saat pertandingan berakhir, tampak pelatih Chelsea, Maurizio Sarri mengabaikan salam persahabatan dari Pep Guardiola. Situasi semakin memburuk jika melihat ekspresi muka pemain Chelsea seperti ditekuk sambil meninggalkan lapangan dengan langkah gontai.

Baca Juga

Ekspresi dari para pelatih dan pemain Chelsea memang sudah sewajarnya terjadi karena mereka tidak bisa terima dengan ‘penghinaan’ dari Manchester City.

Berdasarkan data dari Opta, kekalahan 0-6 dari Manchester City merupakan kekalahan terburuk Chelsea setelah tahun 1991. Kala itu, London Biru alami kekalahan 0-7 dari Nottingham Forest yang masih dilatih oleh manajer legendarisnya, Brian Clough.

Baca Juga

Publik menjadi bertanya-tanya bagaimana bisa tim sebesar Chelsea dapat dihancurkan dengan skor yang sangat mencolok seperti itu.

Mungkin kita perlu menelusuri kekalahan telak Chelsea itu berangkat dari sang pemilik, Roman Abramovich.


1. Anomali Kebiasaan Roman Abramovich Soal Perekrutan Pelatih

Pemilik Chelsea, Roman Abramovich

Taipan asal Rusia itu dikenal sebagai sosok yang berhasil merevolusi Chelsea dengan kekuatan finansialnya sejak mengambilalih kepemilikan klub pada 2003. Di tangannya, Chelsea berhasil menjadi salah satu tim raksasa baik itu di Inggris maupun Eropa.

Salah satu strategi yang diambil Abramovich dalam membangun Chelsea adalah dengan merekrut pelatih yang dapat secara instan memberikan gelar juara. Bermula dari penunjukan Jose Mourinho pada 2004 yang membawa Porto juara Liga Champions 2003/04.

Lalu, kebiasaan Abramovich berlanjut dengan merekrut Andre Villas-Boas (mengantar Porto juara Liga Europa), Carlo Ancelotti (membawa AC Milan juara Liga Champions dua kali), Rafael Benitez (juara Liga Champions bersama Liverpool), dan Antonio Conte (juara Serie A dengan Juventus).

Antonio Conte (kiri) dan Andrea Pirlo saat masih bekerja sama di Juventus.

Dari kebiasaan itu, dapat ditarik kesimpulan jika Abramovich selalu mempercayakan kursi kepelatihan Chelsea kepada sosok berpengalaman yang sudah pernah menjadi juara. Akan tetapi, di pertengahan tahun 2018, terjadi suatu anomali.

Bak petir di siang bolong, tiba-tiba Abramovich meminta Maurizio Sarri untuk menjadi pelatih Chelsea. Padahal, di klub sebelumnya baik itu Empoli atau Napoli, Sarri tidak pernah menjuarai ajang sepak bola apapun.

Baca Juga

Sarri sendiri sejatinya merupakan pelatih yang berpotensi untuk meraih sukses, tetapi itu perlu waktu.

Oleh karena itu, tak mengherankan apabila Chelsea arahan Sarri dikalahkan oleh Manchester City karena memang tim ini masih dalam tahap berkembang. Hanya saja, pembantaian 0-6 dari skuat Guardiola rasanya masih sulit diterima oleh para pendukung.

Pertanyaannya sekarang adalah sampai sejauh mana Abramovich sabar dengan perkembangan timnya di bawah arahan Sarri?

Tapi, sebelum palu pemecatan yang mungkin akan diketuk itu menjadi kenyataan, sebenarnya apa dosa Sarri sehingga Chelsea bisa sampai ‘dihina’ oleh skuat Guardiola?


2. Sarri Si Kepala Batu

Maurizio Sarri pelatih Chelsea

Singkatnya, Sarri dianggap sebagai pelatih berkepala batu yang berpegang teguh pada filosofinya apapun yang terjadi. Hal itulah yang dinilai sebagai dosa besar Sarri karena tidak mau mengubah strategi yang jelas-jelas sudah tidak berjalan.

"Tidak, karena hari ini saya tidak melihat gaya sepak bola saya. Tidak, karena pada awalnya gaya itu bekerja dan sekarang kita hanya perlu memahami alasan mengapa saat ini tidak berfungsi," kata Sarri dikutip dari Tribal Football.

Memang, sebagai seorang pelatih, dapat memiliki filosofi permainan merupakan sebuah hal positif karena dapat membuat tim mempunyai identitas sendiri. Namun, terkadang sang pelatih juga harus beradaptasi dengan lawan sehingga perubahan perlu dilakukan.

Baca Juga

Hal itu pernah terjadi pada Sir Alex Ferguson di Manchester United yang sangat percaya dengan formasi 4-4-2 menyerang. Akan tetapi, kekalahan Manchester United dari Real Madrid pada musim 2002/03, telah membuka mata Ferguson untuk merubah taktiknya.

Akhirnya, setelah itu Manchester United berhasil menjadi juara Liga Champions dengan variasi bermain seperti 3 striker atau 1 penyerang saja.

Padahal, bermain dengan tidak memakai skema 2 penyerang adalah hal yang tidak masuk akal untuk paradigma Ferguson yang konservatif.

Sir Alex Ferguson.

Satu contoh lain bahwa pelatih berfilosofi perlu perubahan taktik dengan menyingkirkan egonya adalah apa yang terjadi pada Guardiola. Bukan rahasia umum kalau satu-satunya tim yang mampu mengalahkan Manchester City di musim lalu sebanyak tiga kali hanya Liverpool.

Alasannya sederhana, Manchester City di bawah arahan Pep Guardiola terbiasa untuk bermain menyerang dengan membangun serangan dari lini belakang. Tapi, ternyata itu dimanfaatkan oleh Liverpool dengan gegenpressing-nya selalu yang merebut bola di lini belakang Manchester City.

Pep Guardiola, pelatih Manchester City.

Hal berbeda dipertontonkan Guardiola kala duel dengan Liverpool musim ini, di mana City bermain lebih langsung dan tak segan-segan untuk main bertahan. Hasilnya, Manchester City tak terkalahkan dalam dua perjumpaan terakhir kontra Liverpool pada 2018/19.

Berkaca dari hal itu tentu Sarri perlu mengikis kepala batunya dengan menanggalkan egonya dalam bermain Sarri Ball terus-menerus. Jika Sarri masih keras kepala, bukan tidak mungkin ia akan segera dipecat dari Chelsea.

Terus Ikuti Perkembangan Seputar Liga Inggris dan Berita Olahraga Lainnya di INDOSPORT.COM.

ChelseaManchester CityRoman AbramovichMaurizio SarriIn Depth Sports

Berita Terkini

- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom