Bisnis Jual Pemain Bintang Muda ala Ajax Amsterdam
INDOSPORT.COM - Ketika kehilangan bintang muda seperti Frenkie de Jong sebuah bencana bagi kebanyakan klub Eropa, tetapi bagi Ajax karena seperti itulah model bisnis mereka.
Barcelona FC baru saja mendaratkan pemain bintang Ajax Amsterdan, Frenkie de Jong, pada bursa transfer Januari ini.
Frenkie memang sudah lama menjadi buruan klub-klub besar Eropa. Namun, pemain 21 tahun itu akhirnya menapaki jejak Johan Cruyff untuk berlabuh di camp Nou.
Sepanjang membela Ajax, Frenkie bersama (Matthijs de Ligt) merupakan dua pilar utama tim. Sejak 2016, ia telah tampil sebanyak 42 kali dengan mencetak lima gol.
Penampilan apik produk asli akademi Ajax ini mengantarkannya pada tawaran besar dari raksasa Spanyol, Barcelona.
Ajax pun harus rela kehilangan pemain mudanya ini di saat De Jong menjadi kunci permainan tim.
Dengan potensi besar Frenkie untuk menjadi salah satu gelandang terbaik di dunia, Barcelona rela merogoh kocek hingga 75 juta euro (Rp1,2 triliun).
Ketika kehilangan bintang muda seperti Frenkie de Jong sebuah bencana bagi kebanyakan klub Eropa, namun bagi Ajax, hal itu bukan masalah, karena seperti itulah model bisnis yang mereka jalankan.
1. The Next Generation of Ajax Stars
Matthijs de Ligt sudah tahu bahwa banyak pihak di luar Ajax tengah membicarakan mengenai klub masa depan yang sanggup memaksimalkan potensi yang ia miliki.
"Apakah aku terganggu dengan rumor tersebut? Tidak. Bosan? sedikit," ujar De Ligt kepada ESPN.
Matthijs de Ligt merupakan sebuah sensasi. Baru berusia 19 tahun, Matthijs de Light sudah menjadi kapten klub legendaris Ajax Amsterdam.
Peraih European Golden Boy 2018 tersebut telah 61 kali membela tim utama Ajax. Di usianya yang belum genap 20 tahun, ia telah mendapatkan 13 caps di tim senior Belanda.
Semua mata pencari bakat di Eropa pun mengarahkan pandangannya kepada Matthijs de Ligt.
Fenomena Matthijs de Ligt dan Frankie de Jong bukanlah hal baru dalam sepak bola Ajax Amsterdam. Mereka berdua adalah contoh kesekian dari kisah hebatnya akademi Ajax dalam menghasilkan pemain.
Mulai dari Johan Cruyff yang akhirnya hijrah ke Barcelona di 1973, akademi Ajax terus menghasilkan pemain muda berkelas seperti Marco van Basten, Patrick Kluivert, Clarence Seeedorf, Edgard Davids, Edwin van der Sar, Dennis Bergkamp, Wesley Sneijder, Van der Vart, dan seterusnya.
Tak hanya sebatas pemain Belanda, pencari bakat Ajax pun juga hebat dalam menemukan pemain seperti Zlatan Ibrahimovic dan Luis Suarez.
2. Pegang Teguh Filosofi Klub
Ajax memiliki modal ideal sebagai sebuah klub besar. Mereka punya filosofi, kemampuan finansial, pemain, dan juga sejarah.
Namun, dari sekian banyak modal yang Ajax miliki, filosofilah yang paling berkontribusi bagi perkembangan bakat muda Ajax Amsterdam.
Kemampuan akademi Ajax Amsterdam dalam melahirkan pemain-pemain top tak perlu diragukan. Hal ini adalah berkat konsistensi Ajax yang memegang teguh filosofi klub yaitu mengembangkan bakat-bakat muda.
Mereka mengembangkan pusat akademi kelas dunia dan berburu pemain dari penjuru dunia agar dapat sukses bermain di Eredivisie maupun liga top Eropa lainnya.
Filosofi yang dipegang teguh Ajax diganjar oleh prestasi yang mereka miliki, yaitu 33 gelar Liga Belanda, 18 KNVB Cup, serta 4 trofi Liga Champions.
3. Mengenal Akademi Sepak Bola Ajax
Ajax memiliki akademi sepak bola besar. Total, mereka memiliki 13 tim muda yang terbentang dari usia 7-18 tahun.
Sportcomplex De Toekomst ("The Future") merupakan nama komplek olahraga milik Ajax Amsterdam. Di dalamnya, terbentang 9 lapangan yang semuanya berstandar internasional.
Komplek ini pun dilengkapi dengan bangunan berlantai dua yang terdiri dari rungan gym, ruang tutor, ruang ganti, serta ruang pelatih dan staf-stafnya.
Tak sekedar fasilitas latihan, komplek olahraga ini memiliki kafe serta fasilitas lainnya yang mampu menunjang perkembangan para pemain.
Megahnya fasilitas yang dimiliki oleh Ajax Amsterdam diimbangi dengan program latihan level atas dari para pelatih terbaik.
Mereka mengajarkan teknik dan juga teori permainan sepak bola nomor wahid kepada para pemain-pemain muda.
Bahkan, program yang mereka susun didasarkan pada penelitian secara ilmiah, Para pemain dilatih dengan perhitungan ilmiah untuk meningkatkan teknik seperti kecepatan, kemampuan dribbling, sundulan, dan menembak.
Para pemain juga dilatih untuk dapat mengembangkan kreativitas dalam bermain. Para pemain yang bergabung juga bukan sembarangan.
Mereka telah lama dipantau selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun sebelum akhrinya diundang untuk trial di klub. Tim kepelatihan Ajax memiliki catatan rinci mengenai perkembangan tiap pemain di akademinya.
Ajax adalah penggagas suatu model kepelatihan modern yang dikenal dengan TIPS yang merupakan akronim dari T=Technique/Teknik, I=Insight/pemahaman, P=Personality/kepribadian, dan S=Speed/kecepatan.
Model kepelatihan TIPS ini dikombinasikan dengan delapan komponen penting dalam sepak bola, yaitu koordinasi, mengumpan dan lemparan ke dalam, menendang, pergerakan untuk mengecoh lawan, sundulan, penyelesaian akhir (menembak), penempatan bermain, dan permainan kecil.
Talenta yang dimiliki pemain dan keunggulan mereka dalam menyerap segala pelatihan dari akademi akan menghasilkan reward berupa promosi ke tim utama Ajax.
Pemain-pemain Ajax saat ini seperti Matthijs de Ligt dan Frenkie de Jong sudah dari usia 9 tahun ada di akademi ini.
4. Bisnis Pemain ala Ajax Amsterdam
Sama seperti para pemain legendaris produk Ajax lainnya, suatu hari Matthijs de Ligt dan Frenkie de Jong pun akan dijual dari Ajax Amsterdam. Bahkan, Frankie saat ini sudah mencapai kesepakatan senilai Rp1,2 tirliun untuk pindah ke Barcelona di akhir musim 2019 nanti.
Ajax sedari dulu sudah memiliki kepercayaan diri dalam menjual bintang-bintang mudanya.
Ajax percaya akademi mereka selalu dapat menghasilkan pemain hebat lainnya yang siap menggantikan De Ligt maupun De Jong.
Ketika kehilangan bintang muda seperti De Jong sebuah bencana bagi kebanyakan klub Eropa, tapi hal itu tak berlaku bagi Ajax. Faktanya, seperti itulah model bisnis yang mereka jalankan.
Mengembangkan pemain bintang dan menjual mereka untuk kembali mencari lebih banyak pemain dengan biaya hasil penjualan.
Proses ini terus menerus terulang selama puluhan tahun mulai dari Johan Cruyff sampai Frenkie de Jong.
Ajax tentunya telah banyak mendapatkan uang dari penjualan pemain binaan akademinya sendiri. Misalnya, Dennis Bergkamp yang bergabung dengan Ajax saat usianya 12 tahun dan hijrah ke Inter tahun 1993 di usia 24 tahun dengan nilai tranfer 7,5 juta euro, Sebuah angka yang besar pada masanya,
Kemudian ada Wesley Sneijder yang dilatih Akademi Ajax pada usia 7 tahun, tetapi pada usia 23 tahun dibeli Real Madrid dengan nilai 27 juta euro (sekitar Rp 371,6 miliar).
Teranyar, Ajax mendapatkan dana sangat besar dari penjualan Frenkie de Jong ke Barcelona. Tak kurang uang sebanyak 75 juta euro (Rp1,2 triliun) mengalir ke kas Ajax Amsterdam. Frenkie menjadi pemain Belanda termahal sepanjang sejarah.
Hasil pendapatan Ajax tentunya menjadi keuntungan untuk menghidupi tim selain juga dana segar dari sponsor, hak siar, dan juga penjualan merchandise resmi kesebelasan. Maka tak heran jika Ajax menjadi salah satu tim dengan keuangan tersehat di Eropa dan memiliki stadion termegah di Belanda.
Walau akhir-akhir ini jarang tampil di Liga Champions serta tak memiliki megabintang selevel Suarez, Messi, atau Salah, Ajax tetaplah tim paling kaya di Belanda dan bisa bersaing dengan klub-klub Prancis atau Serie A.
Hebatnya lagi, tim senior Ajax saat ini juga mayoritas dihuni pemain-pemain dari akademinya sendiri. Itulah alasan mengapa usia rata-rata skuat Ajax saat ini 23,7 tahun. Sebuah hal yang bahkan Barcelona tak bisa samai.
"Seperti yang pernah diucapkan Johan Cruyff, bukan tim yang membuat debut, ini adalah soal seorang pemain, seorang indiviual," ujar kepala pencari bakat muda Ajax, Casimir Westerveld, dikutip dari artikel ESPN, 23 Januari 2019.
Ajax berambisi mengembangkan bakat tiap pemainnya sehingga pemain di akademinya tersebut memiliki modal kuat untuk tembus ke tim utama.
"Kami menggunakan tim (akademi) kami bukan untuk menang, tetapi untuk mengembangkan sebanyak mungkin bakat tiap pemain," ujar Westerveld.
Filosifi yang dipegang Ajax dalam mengembangkan pemain muda tentunya membuat gerah sebagian suporter.
Maklum, selama beberapa dekade terakhir, Ajax selalu tersisih dalam persaingan klub-klub di Eropa. Mereka terus kehilangan para pemain bintang di saat mereka tengah dibutuhkan.
Makin kesini, bintang-bintang muda Ajax lebih cepat pergi sebelum memberikan banyak trofi bagi klub.
Namun, seperti itulah Ajax Amsterdam. Mungkin, sebagai sudut pandang alternatif, kita bisa memahami kutipan sang legenda sekaligus petinggi Ajax saat ini. Edwin Van der Sar.
"Namun di satu titik kami juga harus mempertimbangkan perkembangan pemain. Saya pernah mengalaminya sendiri, ketika seorang pemain merasa siap, ia ingin bermain melawan pemain-pemain terbaik dunia. Namun sayang pemain-pemain seperti itu tidak bermain di Belanda."
Ikuti Terus Berita Sepak Bola Internasional dan Olahraga Lainnya di INDOSPORT.COM