x

Persipura Jayapura dan Bagaimana Kesulitannya Mencari Kiper Asli Papua

Selasa, 15 Januari 2019 06:20 WIB
Penulis: Tiyo Bayu Nugroho | Editor: Juni Adi
Ilustrasi Persipura Jayapura dan kesulitannya mencari kiper asli Papua.

INDOSPORT.COM - Dalam dunia sepak bola terdapat satu posisi paling krusial di dalam tim, yakni kiper. Tugas mereka adalah semaksimal mungkin menjaga gawang dari kebobolan.

Selain itu peran kiper lainnya adalah berusaha menepis tendangan keras lawan, menangkap sundulan, membuang bola, hingga yang paling modern saat ini adalah turut membangun serangan dari bawah.

Posisinya yang berada paling belakang ketika tim sedang menyerang dan paling depan saat klubnya sedang diserang membuat kiper memiliki ciri khas tersendiri. Tak jarang sang kiper mengomeli rekannya yang teledor.

Baca Juga

Begitu pula ketika penjaga gawang melakukan blunder yang merugikan timnya. Sehingga posisi yang begitu sunyi ini sangat istimewa dalam dunia sepak bola di dunia.

Meski begitu saat ini posisi kiper sedang begitu krisis bagi tim sepak bola nasional Persipura Jayapura. Tepatnya adalah mendapatkan atau mengorbitkan kiper asli kelahiran Papua.

Persipura Jayapura dikenal dengan gudangnya talenta sepak bola milik Papua. Sejumlah pemain binaan kerap kali dipercaya untuk mengisi skuat utama meski usianya masih belia.

Skuat Persipura Jayapura di Liga 1 2018.

Diharapkan para pemain yang memiliki bakat istimewa ini bisa menjadi tulang punggung Persipura Jayapura di masa depan. Rasanya julukan Mutiara Hitam sangat cocok untuk disematkan pada klub yang memiliki kekayaan emas ini.

Berbagai pemain kelahiran Papua mulai dari posisi bek (tengah dan sayap), gelandang (bertahan, tengah, serang), winger, hingga striker sering diorbitkan Persipura Jayapura setiap musimnya dalam mengarungi kompetisi sepak bola nasional.

Namun untuk posisi penjaga gawang, Persipura Jayapura seolah sangat kesulitan untuk mendapatkan kiper asli kelahiran Papua untuk menjaga gawang klub yang berdiri pada 1963 ini.

Baca Juga

“Boaz bisa disebut striker lokal yang berpotensi, tapi apakah itu sudah cukup? Kami belum memiliki kiper lokal yang handal, ini ancaman ke depan,” tutur eks kiper Persipura era 80-an Dominggus Rawar, Jumat (21/01/11) lalu.

Lantas apa yang menyebabkan Persipura Jayapura mengalami krisis kiper asli Papua? Apakah posisi ini kurang digemari oleh anak-anak Papua dalam bermain sepak bola?


1. Pernah Miliki Kiper Hebat

Eks kiper Persipura Jayapura era 90-an Fison Merauje.

Berdasarkan catatan sejarah, Persipura Jayapura pernah memiliki kiper asli Papua yang sangat hebat dalam menjaga gawang. Kiper-kiper kelahiran Papua ini sempat membawa Persipura juara.

Ketika era 70-an hingga 80-an, gawang Persipura kerap dihuni oleh kiper-kiper asli Papua seperti Nico Dimo, Domininggus Rawar, John Pulalo, Sergius Doom, Religius Jejanan, Izak Maruanaya, Jack Suebu, Jimmy Pieter, hingga Fison Merauje.

Mereka-mereka ini mampu meraih gelar juara Divisi Utama Perserikatn pada 1979 dan 1993. Serta sukses meraih gelar Piala Presiden Soeharto 1976 lalu.

Baca Juga

Tentu saja sebuah capaian yang bagus sekali bagi Persipura ketika gawangnya dikawal kiper asli Papua. Kepiawaian mereka ini juga mendapat kesempatan untuk membela Timnas Indonesia.

Dari beberapa nama kiper di atas tadi, salah satu yang paling lama berkiprah di bawah mistar Persipura adalah Fison Merauje. Kiper kelahiran Papua ini mampu mengunci posisi utamanya selama sembilan tahun dari 1995 hingga 2004 lalu.

”Jumlah kiper anak-anak Papua memang bisa dihitung dengan jari karena sedikit dan juga anak-anak usia dini tak banyak yang mau berminat jadi kiper,” kata Enecko Bahabol dalam menanggapi krisis kiper asli Papua, Sabtu (19/04/14) lalu.


2. Mulai Terpinggirkan

Eks kiper Persipura Jayapura Enecko Bahabol saat sedang berlatih.

Sejak era Fison Merauje berakhir, Persipura seolah-olah kehilangan jati dirinya untuk posisi kiper bertalenta asli Papua. Bagaimana tidak, para kiper Papua ini mulai terpinggirkan.

Lihat saja kiprah Enecko Bahabol bersama Persipura. Diperkenalkan ke publik pada 2014 lalu, Enecko Bahabol hanya bertahan dua musim bersama Persipura usai kalah kualias dengan Kiper utama kala itu, yakni Yoo Jae-Hoon (Korea Selatan).

Usai hengkang dari Persipura, kabar terakhir Enecko Bahabol pada Februari 2016 lalu akan bergabung ke klub Liga Papua Nugini Hekari United FC. Namun pada April 2016 ia gagal dikontrak.

Baca Juga

“Saya sedang mencari klub. Sudah ada yang kontak dengan saya. Klub lokal Papua yang akan berlaga di Divisi Utama, Persigubin Pegunungan Bintang. Sudah ada komunikasi dengan manajemen," ucap Enecko, Minggu (24/04/16) silam.

Pada 2015, kiper asli Papua lainnya bernama Selsius Gebze diperkenalkan oleh Persipura kepada publik. Namanya terdaftar sebagai kiper yang akan mengarungi kompetisi musim tersebut.

Tetapi apa daya, Selsius Gebze juga kalah bersaing dengan kiper non-Papua, yakni Dede Sulaiman. Kualitas Gebze memang sempat dipuji oleh mantan kiper Persipura era 80-an Nico Dimo.

Eks kiper Persipura Jayapura Selsius Gebze ketika berlatih.

“Saya menilai kualitas (Selsius) Gebze tidak perlu diragukan dan siap ditampilkan sebagai kiper utama Persipura,” ujar Dimo di Jayapura, Kamis (08/01/15) silam.

Selanjutnya ada juga kiper berdarah Papua (Maluku-Biak), yaitu Charles Sopaheluwakan yang bermain untuk klub Liga Timor Leste Dili Institute of Technology Football FC (DIT FC) pada musim 2018.

Lebih hebat lagi kemampuan Charles sempat dilirik pemandu bakat klub Uni Emirat Arab (UEA) Shabab Al-Ahli. Rencananya Charles akan menjalani trial pada November-Januari 2019 untuk menggantikan posisi kiper ketiga Shabab Al-Ahli.

Baca Juga

Selain nama-nama di atas, kiper asli Papua yang ikut gagal tembus skuat utama adalah Philipis Basikbasik, Alex Buniei, Silas Ohee, Daniel Saroge, Onsa Haay, Timotius Mote, Verminus Kotouki, dan Celcius Hendambo.


3. Melekatnya Patah Kaleng

Iustrasi permainan Patah Kaleng yang melekat di tanah Papua.

Hal yang menjadi persoalan kenapa para pemain sepak bola asli Papua tak mau menjadi kiper adalah melekatnya budaya permainan Patah Kaleng sejak lama.

Permainan tradisional di Papua ini tidak perlu menggunakan kiper dan gawang, hanya butuh striker, gelandang, hingga bek saja, serta kaleng sebagai alat permainan.

Lapangan yang digunakan pun menyesuaikan banyaknya pemain yang ikut serta. Bisa dilakukan hanya dengan dua-tiga orang untuk lapangan kecil atau lima-10 orang pada lapangan yang lebih besar.

Baca Juga

Anak-anak Papua akan saling mengenai kaleng yang diletakkan di ujung lapangan untuk mencetak gol bagi tim masing-masing. Segala upaya dilakukan dengan 'menggoreng' (sebutan menggocek ala Papua) beberapa lawan.

Permainan Patang Kaleng tak memiliki aturan bola ke luar atau pelanggaran. Lebih uniknya lagi adalah kalau permainan ini bisa bersambung alias dilanjutkan esok hari dengan skor yang didapat hari ini.

Situasi ini mampu menjadi cikal bakal kemampuan para pemain Papua ketika beranjak dewasa semakin terasah, diwarnai pantang menyerah, hingga berjuang untuk bermain maksimal dalam sebuah pertandingan.

Ilustrasi permainan Patah Kaleng yang melekat di tanah Papua.

Patah Kaleng pula lah yang melahirkan nama-nama mentereng seperti Boaz Solossa, Imanuel Wanggai, Ian Kabes, Titus Bonai, Patrich Wanggai, Osvaldo Haay, hingga Todd Rivaldo Ferre dalam kancah sepak bola nasional.

Meski tak banyak yang mengetahui sejak kapan olahraga tradisiional ini dimulai tetapi Patah Kaleng sudah terlanjut merasuki masyarakat Papua yang gemar bermain sepak bola. Tak jarang pula anak-anak Papua ini mengalami cedera.

Permainan Patah Kaleng-lah yang membuat talenta asli Papua tak ingin menjadi kiper. Mereka lebih suka mencetak banyak gol dan menggocek lawan-lawannya di lapangan.


4. Harapan Tetaplah Ada

Kiper Persipura Jayapura Pierre Florencio Fernando Kahol.

Meski begitu harapan Persipura Jayapura mendapatkan sekaligus mempromosikan kiper asli Papua tetaplah ada. Penjaga gawang yang dimaksudkan adalah Pierre Florencio Fernando Kahol.

Pierre merupakan kiper kelahiran 4 Desember 1995 silam. Kiper 23 tahun ini memiliki tinggi hingga 175 cm tetapi mempunyai berat badan yang terlalu berlebihan dan membuatnya kelihatan gempal.

Resmi memperkuat Persipura pada 2017 lalu, Pierre masih kesulitan tembus skuat utama. Masalahnya adalah karena Pierre dianggap tak bisa mengontrol pola makan hingga beratnya mencapai 90-an kg lebih.

Baca Juga

"Kami sempat siapkan dia sebagai kiper masa depan Persipura. Hanya saja Pierre tak mampu mengontrol pola makan. Sehingga berat badannya kelebihan dan itu kesalahannya sendiri," ujar pelatih kiper Persipura Alan Haviluddin, Sabtu (10/02/18) lalu.

Nasib baik kembali datang pada Pierre. Karena Persipura coba memberikan kesempatan kedua padanya untuk bisa membuktikan diri kalau ia pantas mengenakan jersey klub berjuluk Mutiara Hitam ini.

"Pierre punya refleks dan keputusan yang bagus dalam membaca arah bola. Hanya saja berat badan kurang ideal untuk sekarang ini. Itu menjadi pekerjaan rumah agar mendapatkan postur yang ideal," kata eks pelatih Persipura Amilton Silva de Oliveira, Jumat (07/09/18).

Pelatih Persipura, Amilton Silva de Olivera saat mendampingi timnya berlatih.

Dukungan terhadap Pierre untuk bisa tampil di bawah mistar Persipura Jayapura juga datang dari legenda klub, Fison Merauje. Dia berharap kalau Pierre mendapat kepercayaan lebih.

"Sekarang Persipura sudah memiliki Pierre. Dia harus diiberi kesempatan untuk tampil biar kepercayaan dirinya sebagai kiper semakin teruji," jelas Fison di Jayapura, Jumat (28/12/18) lalu.

Terakhir kalau eks kiper asing Persipura asal Korea Selatan Yoo Jae-hoon berujar kalau ia memiliki hutang budi pada klub ini. Sebab telah diberikan kepercayaan dalam mengawal Persipura hingga juara selama enam tahun terakhir.

Baca Juga

"Saya ingin menjadi pelatih kiper di sini (Persipura) jika nanti pensiun. Saya ingin membantu Papua mempunyai kiper hebat. Karena Papua jarang sekali memiliki penjaga gawang," jelas Yoo, Sabtu (07/01/17).

Terus Ikuti Berita Sepak Bola Indonesia dan Berita Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT.COM.

Persipura JayapuraPapuaNico DimoKiperIn Depth SportsLiga 1

Berita Terkini

- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom