Kelemahan Uni Emirat Arab Bisa Dieksploitasi Timnas U-23
INDOSPORT.COM - Timnas Indonesia U-23 berhasil mencapai babak 16 besar cabang olahraga sepak bola putra Asian Games 2018. Di pertandingan pertama di fase gugur tersebut, Tim Garuda Muda akan ditantang oleh Uni Emirat Arab.
Tim yang berjuluk Serigala Putih ini, mencapai babak 16 besar melalui aturan empat peringkat ketiga terbaik. Sementara, Indonesia, menyandang status juara Grup A, setelah mengalahkan Hong Kong di pertandingan terakhir penyisihan grup.
Berbeda dengan Indonesia yang berhasil mengumpulkan sembilan poin dari empat pertandingan, UAE hanya meraih satu kemenangan.
Satu-satunya kemenangan tersebut diraih melawan Timor Leste. Di pertandingan melawan China dan Suriah, UAE harus menelan dua kekalahan.
Indonesia, memang tak boleh menganggap remeh lawannya kali ini, tapi UAE punya kelemahan yang dapat digunakan sebagai senjata oleh pelatih Luis Milla.
1. Garuda Muda Buta Kekuatan UAE
Salah satu alasan utama adalah, butanya Indonesia terhadap gaya bermain UAE. Hal tersebut diakui oleh pelatih Timnas U-23, Luis Milla.
"Saya tidak tahu permaianan UAE, tapi kami masih punya empat hari. Mereka tim kuat dan kompak, akan sulit tapi kami akan mempersiapkan itu. Setelah ini kami akan lihat video pertandingan mereka," ujar Milla usai laga melawan Hong Kong.
Empat hari adalah waktu yang begitu singkat untuk mempelajari permainan lawan melalui video rekaman, mempersiapkan taktik dan mengimplementasikan taktik tersebut kepada para pemain di sesi latihan.
UAE menggunakan sistem yan terbilang cukup unik, terutama di belakang. Di atas kertas, anak-anak asuh pelatih Skorza Magiet tersebut menggunakan formasi 4-4-2 dengan keempat gelandang membentuk diamond (atau ketupat).
Tapi satu gelandang yang menempati posisi gelandang bertahan, akan bermain begitu dalam hingga terkadang terlihat seperti bek kelima.
Dua gelandang tengah, yang bermain melebar, juga akan bertugas seperti pemain sayap, mengapit satu gelandang serang kreatif.
Sementara, di depan, UAE menggunakan dua penyerang tengah.
2. Maanfaatkan Sayap dengan Cara Berbeda
Yang perlu menjadi perhatian, Indonesia mempunyai rekor buruk melawan negara-negara Timur Tengah. Dua di antaranya dijalani saat melawan Suriah -- di mana Indonesia kalah dua kali 2-3 dan 0-1. Terakhir, Indonesia juga harus takluk melawan Palestina di penyisihan Grup A, dengan skor tipis 1-2.
Kekalahan-kekalahan ini begitu dipengaruhi oleh postur dari pemain-pemain Timur Tengah yang menjulang tinggi.
Indonesia yang biasa mengandalkan kecepatan-kecepatan dari para pemain sayap, kesulitan untuk mengantarkan umpan-umpan silang yang dihasilkan untuk menemui sasaran.
Di babak 16 besar kelak, Indonesia juga akan menghadapi tantangan yang sama. Dua bek tengah UEA: Salem Sultan Al Sharji (1,82 m) dan Ahmed Rashed Sultan Al-Mehrezi (1,81 m) memiliki tubuh yang akan menyulitkan Alberto Goncalves di udara.
Untuk menyiasati hal tersebut, Milla tetap dapat menggunakan kelebihan anak-anak asuhnya dalam kelincahan di sisi lapangan, tapi mengganti umpan-umpan silang lambung dengan umpan-umpan silang mendatar. Bola-bola mendatar akan membuat keunggulan postur UAE tidak mempengaruhi peluang untuk memenangkan bola.
Selain itu, meminta Febri Haryadi atau Irfan Jaya untuk lebih banyak melakukan tusukan-tusukan ke tengah juga dapat menjadi strategi kejutan. Di pertandingan melawan China, gol Wui Shihao (seperti di video di atas) menunjukkan bagaimana UAE begitu rapuh terhadap tusukan di kotak penalti.
Di pertandingan persahabatan melawan Malaysia pada awal Agustus lalu pun, UAE tampak tak mampu menghadapi kecepatan kedua sisi sayap Tim Harimau Muda Malaya dan pertandingan berakhir dengan kemenangan 2-0 untuk Malaysia.
Ikuti terus berita sepak bola Internasional dan seputar Asian Games 2018, hanya di INDOSPORT.COM.