5 Alasan Liverpool Bisa Juara Liga Champions, Salah Satunya Mitos Lengan Panjang
Harus diakui jika dalam beberapa musim terakhir, sebelum ditangani oleh Jurgen Klopp permainan Liverpool benar-benar jauh dari kata konsisten.
Bahkan, tim yang bermarkas di Anfield Stadium itu sempat beberapa kali harus absen bermain di pentas Liga Champions.
Dapat dikatakan, musim 2017/18 ini adalah musim pertama Liverpool kembali bermain di Liga Champions setelah mereka absen selama dua musim, yakni di musim 2015/16 dan 2016/17 lalu.
Ya, terakhir kali The Reds bermain di Liga Champions pada musim 2014/15 lalu yang saat itu masih ditangani oleh Brendan Rodgers.
- 5 Pemain Bergaji Tertinggi di Liverpool Musim 2017/18
- Cari Kiper Baru, Liverpool Akan Datangkan Pemain Barcelona
- Bocor! Trio Liverpool Iklankan Jersey Home Musim Depan
- Dibocorkan Salah, Pemain AS Roma Ternyata Tidak Mau Berjumpa Liverpool
- Diremehkan Klopp, Presiden AS Roma Tebar Psywar untuk Liverpool
- Jumpa di Semifinal, Klopp Remehkan AS Roma
Kini, kembalinya Si Bangau Merah ke kompetisi paling bergengsi di Eropa antarklub ini sudah bersama kekuatan baru dan juga pelatih lain, Jurgen Klopp.
Klopp didatangkan Liverpool menggantikan Rodgers di pertengahan musim 2015/16 lalu dan terbukti kedatangan pelatih asal Jerman ini benar-benar membuat Liverpool bagaikan macan yang terbangun dari tidur panjangnya.
Dengan mendapatkan tempat di semifinal Liga Champions 2017/18, Tim Merseyside Merah tidak sedikit yang menilai mereka nantinya bisa menjadi juara. Bagaimana bisa?
Berikut INDOSPORT mengupasnya sesuai yang dilansir dari FSD:
1. Bantuan Pemain ke-12
Istilah pemain ke-12 mungkin sudah dikenal dalam dunia sepakbola dari masa lampau, namun tak dapat dipungkiri istilah ini kembali muncul karena keberadaan fans dari The Reds yang senantiasa memberikan dukungan kepada klub kesayangannya tersebut.
Ya, suara gemuruh serta nyanyian dari para suporter Liverpool benar-benar membuat suasana Stadion Anfield tentu akan terasa menegangkan bagi tim lawan yang datang.
Tak ayal, berkat mereka juga lah yang membuat para pemain lawan menjadi tak konsisten karena tensi dan atmosfer yang terjadi.
Salah satu bukti paling kuat dan paling dekat adalah saat Liverpool berhasil bekuk Man City di leg pertama babak perempatfinal Liga Champions 2017/18 dengan skor 3-0.
Padahal, sebelum bertanding Man City lebih diunggulkan karena penampilan superior mereka di kancah domestik. Namun secara tak terduga City akhirnya dipaksa menyerah.
Boleh dikatakan, tim besutan Pep Guardiola tersebut benar-benar dibuat tegang dengan gemuruh fans Liverpool yang memadati tribun penonton di Stadion Anfield.
2. Mitos Lengan Panjang
Dalam dunia olahraga termasuk sepakbola, percaya atau tidak tentu akan selalu ada yang namanya mitos.
Di arena Liga Champions sendiri, sebuah mitos juga pernah ada yaitu tidak ada yang bisa mempertahankan gelar Liga Champions atau menjadi juara dua kali secara beruntun sejak tahun 1992 (sejak mengganti nama dari Piala Champions menjadi Liga Champions).
Benar saja, selama kurang lebih dari 25 tahun mitos tersebut benar-benar terjadi sebelum akhirnya dipecahkan oleh Real Madrid yang menjadi juara di musim 2015/16 dan 2016/17.
Lalu bagaimana dengan Liverpool yang telah menjadi juara Liga Champions sebanyak lima kali yaitu di tahun 1977, 1978, 1981, 1984, dan 2005?
The Reds ternyata mempunyai mitos tersendiri yaitu menjadi juara saat para pemainnya banyak yang menggunakan lengan panjang.
Hal ini terjadi di tahun 1981 saat mereka mengalahkan Real Madrid dan 1984 saat melawan AS Roma, tim yang akan mereka hadapi di semifinal musim ini. Apakah mitos ini masih dapat berlanjut terjadi pada Liverpool? Menarik untuk dinanti.
3. Statistik Juga Berbicara
Jika mitos tidak membuat Anda terlalu berkesan, maka hal yang paling mudah untuk melihatnya adalah dari statistik.
Tercatat, sejak fase grup, babak 16 besar hingga babak perempatfinal, The Reds berhasil mencetak 33 gol, unggul 7 gol lebih banyak dibandingkan sang juara bertahan Real Madrid.
Hasil ini membuat mereka menjadi klub paling produktif dalam urusan mencetak gol di ajang Liga Champions musim ini dan jumlah gol tersebut juga tidak termasuk dengan torehan gol yang mereka ciptakan di babak kualifikasi.
Selain itu, mereka juga tercatat sebagai tim yang paling banyak melakukan clean sheets alias tidak kebobolan sebanyak 8 pertandingan.
4. 3 Mesin Gol Dimiliki oleh Liverpool
Jika dibandingkan dengan semifinalis lainnya, Liverpool memiliki tiga pemain yang dapat diandalkan untuk menjadi mesin gol, mereka adalah Roberto Firmino, Sadio Mane, dan tentu saja Mohamed Salah.
Sementara bagi klub lain? Mereka lebih banyak mengandalkan satu pemain saja, yaitu Real Madrid dengan Cristiano Ronaldo, lalu AS Roma mengandalkan Edin Dzeko, dan juga Bayern Munchen yang mengharapkan mesin golnya, Robert Lewandowski.
Ya, memang ketiga klub di atas punya beberapa pemain lain yang juga bisa mencetak gol atau menebarkan ancaman, namun nama-nama yang telah disebutkan di ataslah yang memberikan peran atau pengaruh paling banyak dalam tim.
Jika dibandingkan dengan torehan gol yang dikemas oleh striker Madrid, Cristiano Ronaldo, mungkin jumlah gol yang dikemas oleh masing-masing trisula Liverpool kalah jauh.
Ronaldo saat ini sudah mencetak 15 gol di Liga Champions, sementara Mane baru mencetak 7 gol dan Firmino serta Salah 8 gol.
Meski jumlah gol ketiganya kalah dengan Ronaldo, tetap saja serangan Liverpool lebih tajam, karena jika dijumlahkan jelas jumlah gol Ronaldo akan kalah dengan ketiga striker Liverpool tersebut.
5. Racikan Jurgen Klopp
Ya, sosok inilah yang membuat Liverpool dari macan ompong berubah menjadi macan bergigi taring runcing berlapis emas.
Tentu perumpamaan ini tidak terlalu berlebihan dan pantas diberikan kepada pelatih asal Jerman itu yang benar-benar membuat kualitas permainan The Reds menjadi garang.
Bagi pencinta sepakbola sejati, tentunya tahu betul jika Liverpool mungkin tampil kurang menggigit di kancah domestik, tetapi juga di pentas Eropa alias Liga Champions, maka mereka benar-benar menjadi menakutkan.
Harus diakui jika mungkin saja DNA Liverpool lebih terlihat saat bermain di kompetisi yang digelar sejak tahun 1955 silam tersebut.
Selain itu, Klopp juga memang dikenal sebagai pelatih yang mampu membangkitkan kembali tim unggulan yang tengah terpuruk dari masa kelam.
Hal itu sudah ia buktikan saat melatih Borussia Dortmund dari tahun 2008 hingga 2015 lalu. Pada masa kepelatihannya, Die Borussen seakan menemukan kembali tajinya dan dapat mematahkan dominasi dari Bayern Munchen.
Kini, hal tersebut tengah dirasakan oleh Liverpool, di mana mereka yang sempat dianggap remeh dalam beberapa tahun terakhir berubah menjadi kembali ditakutkan sejak Klopp datang di pertengahan musim 2015/16 lalu.