Dibuang dan Dianaktirikan, 4 Drama Mengharukan Persebaya Hingga Kembali Naik Kasta
Persebaya memastikan diri kembali bersaing di kompetisi sepakbola tertinggi di Indonesia usai menaklukan Martapura FC 3-1 di semifinal Liga 2. Naik kasta ke Liga 1, tim berjuluk Bajul Ijo itu harus melalui perjuangan yang dapat dikatakan tak mudah.
Berbagai pihak memberikan selamat atas keberhasilan Persebaya yang akan berkompetisi di ajang Liga 1 musim depan. Di kompetisi tertinggi musim depan, Persebaya akan kembali bersaing dengan klub-klub papan atas Indonesia lainnya,.
Perjalanan Bajul Ijo hingga akhirnya sukses melangkah ke Liga 1 penuh dengan perjuangan. Sempat tak diakui hingga drama dualitas, Persebaya rasanya meraih akhir yang bahagia setelah akhirnya kembali ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
Kembali bangkit dan menjelma menjadi klub yang diperhitungkan saat ini, Persebaya sempat ditempa berbagai masalah. Namun, mereka akhirnya mampu mengatasinya dan fokus kepada misi untuk kembali ke ajang Liga 1 yang terwujud saat ini.
Untuk mengingat kembali perjuangan Persebaya yang sempat dianaktirikan hingga akhirnya kembali melangkah ke Liga 1, berikut INDOSPORT berikan ulasannya.
1. Dualisme Persebaya
Dualisme Persebaya terjadi pada musim 2010/2011 silam dan saat itu PSSI masih berada di bawah pimpinan Nurdin Halid. Bajul Ijo yang kala itu terdegradasi ke Divisi Utama tak terima dan akhirnya memilih untuk hijrah ke kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) yang digagas pengusaha Arifin Panigoro.
Kala itu, PSSI di bawah arahan Nurdin Halid justru mengesahkan klub “Persebaya tandingan’ yang diketuai oleh Wisnu Wardana. Sementara Persebaya asli yang berada di bawah PT Persebaya Indonesia menyebrang ke LPI akhrinya berganti nama menjadi Persebaya 1927 demi menyiasati izin dari pihak kepolisian saat bertanding.
Dari situlah drama dualisme yang berlarut-larut terjadi karena Ketua Umum PSSI selanjutnya, Djohar Arifin pada 2011 memilih tak mengembalikan status Persebaya. Ia justru meminta Persebaya yang berada di bawah naungan PT Persebaya Indonesia untuk bergabung dengan Persebaya tandingan.
2. Polemik PSSI dan Persebaya Tak Diakui
PSSI mengalami dualism setelah sebagian anggota Federasi Sepakbola Indonesia itu tak terima dengan keputusan Djohar Arifin yang mengesahkan kompetisi LPI. Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) yang digagas Komisi Eksekutif (Exco) saat itu, yakni La Nyalla Mattalitti, Tony Apriliani, Erwin Dwi Budiawan, dan Roberto Rouw., tetap menggelar Liga Super.
Dualisme PSSI membuat nasib Persebaya semakin tak menentu. Kongres PSSI akhirnya digelar pada 2013 yang juga melibatkan Asosiasi Sepakbola Asia (AFC) dan Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) demi menyatukan dua kubu yang bersebrangan.
Kongres PSSI yang digelar tersebut tetap tak mengakui keberadaan Persebaya. Hingga Bonek, pendukung setia Persebaya, melakukan aksi protes yang berlangsung damai di depan Hotel Shangri-la, Surabaya, tempat penyelenggaraan kongres tahunan PSSI demi menuntut kembali diakuinya Persebaya.
Tahun 2015 PSSI yang akhirnya diketuai La Nyalla Mataliti, tetap tak mengakui keberadaan Persebaya. Hingga akhirnya PT Persebaya Indonesia menggugat Persebaya tandingan di Pengadilan Negeri Surabaya demi mengembalikan status mereka.
3. Persebaya Menangkan Gugatan
Pada 2015, sepakbola Indonesia memasuki masa mati suri karena Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memutuskan untuk membekukan PSSI. Kemenpora membekukan PSSI karena mereka nekat mengikutsertakan Persebaya tandingan dan Arema tandingan di kompetisi padahal stastus kedua klub belum jelas.
Pada 2016, Persebaya akhrinya memenangkan gugatan mereka atas Persebaya tandingan di Pengadilan Negeri Surabaya. Persebaya tandingan yang saham mayoritasnya dibeli oleh pihak kepolisian akhirnya berganti nama menjadi Bhayangkara FC.
Kementerian Hukum dan HAM pun memberikan hak nama dan logo kepada Persebaya yang berada di bawah naungan PT Persebaya Indonesia. Pasca kekuasaan La Nyalla berakhir, Persebaya kembali menuntut haknya untuk diakui oleh PSSI.
Di Kongres PSSI yang berlangsung di Ancol, Jakarta Utara, Agustus Novembr 2016 lalu ribuan Bonek kembali menuntut diakuinya Persebaya. Hingga Edy Rahmayadi resmi menjadi Ketua Umum PSSI yang diputuskan dalam kongres tahunan di Bandung November tahun lalu, Bonek tetap meminta pengakuan itu.
Edy akhirnya menemui Bonek langsung di Surabaya pada Desember 2016 untuk membicarakan pengakuan kembali status Bajul Ijo. Hingga pada Januari 2017, PSSI resmi mengakui kembali Persebaya dan mereka diizinkan berkompetisi di Liga 2.
4. Cemerlang di Liga 2 dan Naik Kasta ke Liga 1
Kerja keras Persebaya yang harus berkompetisi di Liga 2 membuahkan hasil. Sukses menyingkirkan lebih dari 50 tim di kasta kedua sepakbola Indonesia itu, Bajul Ijo akhirnya melangkah ke babak semifinal.
Persebaya Surabaya memastikan diri lolos ke Liga 1 2018, setelah menaklukkan Martapura FC dengan skor 3-1 pada babak semifinal Liga 2 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Kota Bandung, Sabtu (25/11/2017).
Di bawah asuhan pelatin Argentina, Angel Alfredo Vera, Persebaya mampu membuktikan diri jika mereka memang pantas kembali ke kancah tertinggi sepak bola Tanah Air. Najul Ijo akan kembali bergabung bersama dengan klub-klub besar Indonesia lainnya.
Perjuangan tim yang sempat tidak diakui dan dianaktirikan itu akhirnya terbayar lunas karena mereka kembali ‘pulang’ ke Liga 1. Bonek tentunya tak sabar menanti penampilan tim kesayangan yang juga mereka perjuangkan kembali unjuk gigi di Liga 1 musim depan.