x

Jejak Hitam Suporter Rusia di Liga Champions

Selasa, 26 September 2017 18:32 WIB
Penulis: Nindhitya Nurmalitasari | Editor: Galih Prasetyo
Kerusuhan fans Rusia di Liga Champions.

Dua klub Liga Primer Inggris, Liverpool dan Manchester United, akan bertandang ke Rusia untuk menjalani laga lanjutan Liga Champions minggu ini. The Reds sendiri akan bertemu Spartak Moscow pada hari Rabu (27/09/17). Selang satu hari kemudian, Man United akan menghadapi CSKA Moscow, Kamis (28/09/17).

Menjelang laga ini, pihak berwenang Rusia mengeluarkan peringatan kepada suporter kedua klub agar menjaga keamanan dan ketertiban. Sebelumnya, Federasi Sepakbola Rusia (RFU) juga mengampanyekan undang-undang anti-holiganisme yang diterapkan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Bila melanggar, para fans baik dari kubu tamu maupun tuan rumah harus siap-siap dengan saksi berat, termasuk hukuman kurungan penjara. Hal ini pun sudah ditekankan langsung oleh perwakilan otoritas keamanan Rusia kemarin.

Baca Juga

Tak sedikit publik bertanya-tanya mengenai banyaknya larangan dan ketatnya aturan yang membatasi gerak-gerik suporter sepakbola di negara bekas pecahan Uni Soviet ini. Akan tetapi, tindakan preventif ini dikabarkan sengaja diberlakukan pihak pemerintah untuk mempersiapkan diri jelang Piala Dunia 2018 mendatang.

Sebenarnya, kekhawatiran pemerintah ini cukup beralasan. Bila ditilik lebih lanjut ke belakang, pertandingan sepakbola internasional yang digelar di Negeri Beruang Merah itu memang tak selalu berjalan dengan mulus. Bahkan beberapa di antaranya memiliki sejarah kelam terkait huru-hara dan pelanggaran yang dilakukan oleh suporter sepakbola.

Jejak Kericuhan Suporter Rusia di Liga Champions

Tentunya masih teramat segar di ingatan seluruh penggemar Liga Champions bagaimana laga tandang pertama Spartak Moscow ke klub Slovenia, Maribor, 14 September lalu yang berbuntut kericuhan. Flare yang dinyalakan oleh fans bahkan sampai masuk ke lapangan pertandingan dan hampir mengenai wasit Deniz Aytekin.

Spartak Moscow pun dijatuhi sanksi oleh denda UEFA sebesar 60 ribu euro atau Rp950 juta. Mereka juga terkena larangan menjual tiket kepada fans pada laga tandang di Liga Champions berikutnya, sebagaimana dilaporkan The Washington Post (22/09/17).

Tak hanya Spartak, jejak serupa juga pernah ditorehkan oleh bakal lawan MU, CSKA Moscow. Pada Liga Champions tahun 2014 silam, tim yang telah berdiri sejak 27 Agustus 1911 ini mendapatkan sanksi larangan penonton di tiga laga kandang Liga Champions. Mereka juga dilarang menjual tiket di satu laga tandang berikutnya dan didenda 200 ribu euro (Rp3,1 miliar).

Hukuman ini dijatuhkan UEFA pasca kerusuhan yang melibatkan fans CSKA di Olympic Stadium, kandang AS Roma, 17 September 2014. Dilansir dari Reuters (22/09//14), fans CSKA yang kala itu kalah 5-1 mencoba menerobos batas dan melontarkan cerawat ke arah suporter tuan rumah. Bentrokan dengan pihak keamanan pun tak terelakkan.

Selain dihukum akibat bentrokan, fans CSKA juga didakwa melakukan tindakan rasisme. Ini adalah sanksi ketiga yang mereka dapatkan dalam kurun waktu satu tahun akibat perilaku rasis.

Gelandang Manchester City, Yaya Toure, sempat jadi korban rasisme fans Rusia.

Di musim sebelumnya, suporter CSKA juga dinyatakan bersalah atas tindakan rasis mereka di dua laga melawan Manchester City dan tim Ceko, Viktoria Plzen. Sebagaimana diberitakan BBC (18/02/14), UEFA mendakwa para pendukung tim ibu kota Rusia ini melakukan perilaku rasis lewat simbol-simbol dan nyanyian mereka.

Salah satu pemain City, yang kala itu menang 2-1 atas CSKA, yang juga menjadi korban perilaku rasis tersebut adalah Yaya Toure. Dikutip dari BBC (23/10/13), pemain asal Pantai Gading ini bahkan mengungkapkan bahwa ada kemungkinan pemain Afrika memboikot Piala Dunia 2018 di Rusia lantaran peristiwa tersebut. 

Namun sang pemain menyerahkan keputusan pada UEFA, yang pada akhirnya benar-benar menjatuhkan sanksi larangan penonton pada laga kandang di level Eropa yang dijalani CSKA selanjutnya. Sanksi denda sebesar 50 ribu euro pun mereka dapatkan sebagai imbas perlaku fans-nya. 

Kerusuhan fans Rusia di Euro 2016.

Selain di level Liga Champions, kericuhan yang melibatkan fans Rusia juga pernah tejadi pada laga Euro 2016. Kala itu bentrokan terjadi sebelum laga Inggris melawan Rusia di Marseille, Prancis, 11 Juni 2016. Pihak kepolisian bahkan sampai harus menggunakan gas air mata dan meriam air untuk mengendalikan massa.

Akibat kerusuhan tersebut, puluhan orang mengalami luka-luka. Bahkan BBC waktu itu melaporkan bahwa dua suporter Inggris yang diserang menggunakan palu dan batang besi sampai mengalami koma. Kerusuhan antara suporter dua negara ini kembali terulang pada tanggal 15 Juni di kota Lille, Prancis.

Tak habis sampai di situ saja, rekam jejak suporter Rusia di Euro 2016 juga dikotori oleh insiden di salah satu kota di Jerman, Koln. Hooligans Rusia dilaporkan menyerang 3 turis asal Spanyol pada 16 Juni 2016. Belasan orang kemudian diamankan menyusul peristiwa tersebut. Hal ini pun melengkapi daftar panjang kerusuhan yang melibatkan suporter Rusia.

Tantangan Besar Rusia di Piala Dunia 2018

Pemerintah Rusia bukannya tak paham atas perangai suporter olahraga garis keras di negaranya. Dilansir dari The Moscow Times (23/07/13), pada tahun 2013 lalu tercatat ada 14.000 insiden yang terjadi di acara-acara olahraga di Rusia selama tiga tahun terakhir.

Hal ini pun membuat Presiden Vladimir Putin menandatangani sebuah undang-undang anti-hooligan yang dijalankan sejak 19 Januari 2014 silam. Menurut undang-undang ini, mereka yang terbukti sebagai hooligans berpeluang dilarang menghadiri acara olahraga selama 6 bulan hingga 7 tahun lamanya. 

Hukum ini juga mengenal sanksi denda hingga 770 dolar atau Rp10 juta bagi pelanggarnya serta hukuman penjara selama 15 hari lamanya. Selain itu, hukum ini mewajibkan kepolisian dan federasi olahraga menyimpan catatan pelanggar dan mengharuskan stadion dipasangi kamera pengawas untuk mendeteksi mereka.

Tiket Piala Dunia 2018 Rusia.

Sejumlah solusi juga diusulkan oleh pejabat-pejabat di Rusia untuk mengamankan Piala Dunia 2018. Termasuk usulan kontroversial dari salah satu politisi dan anggota parlemen Rusia, Igor Lebedev. 

Menurut Guardian (05/09/17), politisi tersebut justru mengusulkan untuk mengorganisir dan membuat ajang pertarungan khusus bagi para fans garis keras agar mereka bisa menyalurkan kekesalan mereka secara lebih 'damai'. Sang politisi juga yakin bahwa Piala Dunia 2018 di Rusia akan berjalan dengan aman karena pemerintah telah melakukan tindakan pencegahan yang dibutuhkan serta memodernisasi legislasi. 

Meskipun begitu, publik dunia tentu lebih ingin mencari bukti daripada janji. Tak heran bila seluruh mata mereka akan tertuju pada pertandingan Liga Champions yang dihelat minggu ini antara dua tim asal Rusia dan tamunya, dua tim dari tanah Inggris. Karena laga tersebut akan menjadi salah satu pembuktian mengenai mampu tidaknya sebuah negara mengelola event olahraga dunia.

Manchester UnitedLiverpoolLiga ChampionsLokomotiv MoskowBola Internasional

Berita Terkini

- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom