4 Fakta Unik Sepakbola Chad, Negara Asal Ezechiel N'Douassel
Chad, negara kecil yang berada di tengah-tengah benua Afrika ini mendadak menjadi buah bibir para penggemar sepakbola Indonesia. Penyebabnya tak lain dari kehadiran kapten Timnas Chad, Ezechiel N'Douassel, yang kini menjadi striker baru Persib Bandung.
Negara dengan populasi 11,8 juta jiwa sesuai data sensus pada 2016 ini memang kurang bergema di sepakbola Afrika. Nama mereka kalah mentereng jika dibandingkan Ghana, Afrika Selatan, Kamerun, atau Pantai Gading.
Namun, itu tidak membuat rakyat Chad kehilangan gairah untuk bermain sepakbola. Faktanya, ada banyak pemain lokal mereka yang kini merumput di luar negeri. Salah satunya tentu saja Ezechiel N'Douassel yang akan merasakan atmosfer sepakbola Indonesia bersama Persib Bandung.
Berikut INDOSPORT sajikan sejumlah fakta unik soal sepakbola Chad yang disarikan dari berbagai sumber.
1. Mundur dari Piala Afrika 2017
Putusan sulit harus diambil Asosiasi Sepakbola Chad (FTFA) pada Maret 2016. Usai kalah 0-1 dari Tanzania, Chad memutuskan mundur dari babak kualifikasi Piala Afrika 2017. Padahal Chad sudah melakoni tiga pertandingan di Grup G yang juga diisi oleh Nigeria dan Mesir.
Kondisi ekonomi global yang tengah memburuk menjadi alasan FTFA untuk menarik keikutsertaan mereka di kualifikasi Piala Afrika 2017.
"Negara kami mengalami dampak buruk dari krisis ekonomi global. Karena itu partisipasi kami dalam beberapa kompetisi pun tak bisa dilanjutkan. Kami meminta maaf atas kondisi yang tidak bisa kami kendalikan ini," jelas Moctar Mahamoud, Presiden FTFA kepada BBC.
Atas putusan tersebut, Chad pun didenda 20.000 dolar Amerika (Rp266 juta) dan dihukum tidak bisa mengikuti babak kualifikasi Piala Afrika 2019.
2. Format Kompetisi Lokal Kerap Berganti
Sebagai salah satu negara miskin di dunia, kompetisi sepakbola di Chad pun bisa dikatakan kembang kempis. Ketiadaan dana menjadi masalah pelik yang selalu muncul setiap awal kompetisi. Sumber dana yang bisa dijadikan andalan hanyalah bantuan 1 juta dolar Amerika (Rp 13,3 miliar) dari FIFA yang datang setiap empat tahun.
Format kompetisi dan jumlah tim yang berpartisipasi sering berubah-ubah. Pada 2010, Divisi I bahkan hanya diikuti oleh 10 tim yang berasal dari wilayah M'Djamena saja. Kondisi ini berlangsung selama 5 tahun.
Pada 2015, format kompetisi kembali berubah. Divisi I diikuti oleh 12 tim. Di akhir kompetisi pun terjadi kontroversi. Juara kompetisi bertitel LINAFOOT ini sempat diklaim AC Coton Chad hingga akhirnya menjadi hak dari Gazelle.
Setahun kemudian, kompetisi berhenti di tengah jalan setelah melakoni lima pertandingan. Masalahnya masih sama, soal finansial.
3. Belum Pernah Tampil di Piala Afrika dan Piala Dunia
Sejak resmi berdiri pada 1962, asosiasi sepak bola Chad memang terbilang kurang aktif mengikuti kompetisi resmi di bawah FIFA. Sejak resmi menjadi anggota FIFA pada 1964, timnas Chad baru bermain di babak kualifikasi Piala Dunia sejak 2000.
Empat kali mencoba, empat kali pula timnas Chad mengalami kegagalan. Chad disingkirkan Liberia pada 2000 dan Angola pada 2003. Saat mengikuti kualifikasi Piala Dunia 2010 Chad hanya mampu berada di dasar klasemen grup dengan raihan 6 poin.
Pada kualifikasi Piala Dunia 2014, Chad bahkan gagal menembus putaran utama kualifikasi zona Afrika. Mereka disingkirkan Tanzania di babak play-off.
Di ajang Piala Afrika tak jauh berbeda. Mulai mengikuti babak kualifikasi sejak 1992, Chad selalu tersingkir. Catatan ini akan semakin buruk karena Chad dipastikan tidak bisa tampil di kualifikasi Piala Afrika 2019 seiring pengunduran diri mereka di kualifikasi Piala Afrika 2017.
4. Menjadi Sponsor Klub Prancis
Chad adalah salah satu negara termiskin di dunia. Berdasarkan data Bank Dunia, Chad berada di peringkat ke-183 dari 189 negara berdasarkan pendapatan per kapita. Anehnya, pemerintah Chad mampu menjadi sponsor utama salah satu peserta Ligue 1 Prancis, FC Metz.
Dalam kostum yang dipakai skuat Metz pada musim lalu, terdapat tulisan "Tchad, Oasis du Sahel". Artinya kurang lebih "Chad, Oasis dari Sahel". Sekadar info, Sahel merupakan wilayah yang berada di antara gurun Sahara di sisi utara dan padang rumput Sudan di sisi selatan yang memang bagian dari wilayah Chad.
Pihak pemerintah Chad berdalih, bahwa ini merupakan upaya mereka untuk menghapus pandangan negatif dan mengubahnya menjadi hal positif. Diharapkan ada banyak wisatawan yang berkunjung ke Chad agar bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
Tidak ada rilis resmi soal nilai sponsorship tersebut. Namun, L'Equipe menyebut ada di kisaran angka 2-4 juta euro atau sekitar Rp31,4 miliar hingga Rp62,9 miliar.