Alasan Klub Indonesia Suka Pakai Julukan Nama Hewan
Ada banyak klub-klub sepakbola yang lahir di seluruh penjuru Indonesia. Semuanya lahir dari berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda.
Para klub sepakbola di Indonesia tersebar mengikuti kompetisi resmi dalam klarifikasi tingkatan yang berbeda-beda. Namun, ada juga klub-klub Tanah Air yang mengikuti kompetisi non-resmi.
Baca Juga: |
---|
Klub-klub sepakbola di Tanah Air memiliki julukan tersendiri. Klub-klub sepakbola Indonesia kebanyakan memakai nama binatang sebagai julukan mereka masing-masing.
Padahal, mayoritas klub-klub sepakbola luar negeri memakai nama julukan yang diambil dari berbagai macam latar belakang. Padahal klub-klub sepakbola luar negeri lahir lebih dulu ketimbang Perija Jakarta dan kawan-kawan.
Contohnya, Chelsea dengan julukan The Blues. Julukan itu diambil dari jersey Chelsea yang didominasi warna biru. Lalu ada Manchester United sebagai The Red Devils, konon katanya makna julukan itu diambil dari logo MU yang mirip bergambar sebuah iblis memegang tongkat. Tapi, pada dasarnya, logo itu ternyata berbentuk Singa.
Kemudian, mengapa klub di Indonesia lebih senang memakai julukan dari nama binatang?
1. Warisan Nenek Moyang hingga Menjadi Identitas Daerah
Dalam catatan sejarah, kepercayaan dalam bentuk agama baru masuk pada abad kedua dan keempat. Kala itu, yang pertama kali masuk adalah Hindu dan Budha. Kedua agama tersebut dibawa oleh para pedagang dari India dan China yang masuk ke wilayah Sumatera dan Jawa. Hindu dan Budha disebarkan hingga masuk ke dalam kerajaan seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan Sailendra.
Kemudian Islam dan Kristen. Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 yang dibawa oleh pedagang-pedangan Gujarat dari Persia dan Timur Tengah, melalui kerajaan Samudra Pasai di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sementara Kristen baru menyebar meluas di Indonesia pada abad ke-16, tapi masuknya abad ketujuh.
Jauh sebelum itu, kepercayaan di Indonesia menganut animisme, dinamisme, dan lain-lain. Animisme merupakan kepercayaan terhadap kekuatan roh nenek moyang. Sementara Dinamisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda-benda memiliki kekuatan gaib.
Kepercayaan yang berkembang dari animisme hingga masuknya agama, membuat masyarakat Indonesia memililiki ajaran masing-masing. Bahkan, ada ajaran menganggap sebuah hewan menjadi sakral.
Pada akhirnya, hewan yang dianggap sakral perlahan menjadi identitas dan bagian dari budaya sebuah daerah, seiring perkembangan pemikiran masyarakat Indonesia tentang sebuah ajaran. Misalnya kerbau dan sapi.
Kerbau menjadi identitas Sumatera Barat. Konon, kerbau menjadi hewan favorit masyarakat Minang, orang asli Sumatera Barat, untuk membantu manusia melakukan hal yang mampu menghasilkan sesuatu untuk keberlangsungan hidup, seperti membajak sawah dan pemeras tebu. Air tebu hasil perasan sang kerbau yang kemudian menjadi cikal bakal pembuatan gula merah, hasil bumi tradisional Sumatera Barat. Hingga saat ini, hewan kerbau masih digunakan masyarakat Sumatera Barat untuk memeras tebu.
Hubungan kerbau dan orang Minang makin erat. Konon, kerbau membantu masyarakat di Sumbar menang perang melawan suku Jawa. Sehingga, munculah istilah Minangkabau.
Minangkabau berasal dari dua kata, yakni Minang dan Kabau. Minang berarti kemenangan, dan Kabau adalah kerbau.
Cerita yang berkembang, penamaan itu muncul setelah kemenangan pertandingan adu kerbau untuk mengakhiri peperangan melawan kerajaan besar dari Pulau Jawa.
Dari sanalah, kerbau sangat identik dengan Sumatera Barat. Hal itu pula yang membuat klub sepakbola kebanggaan Sumatera Barat, mengambil julukan Kabau Sirah.
Kabau Sirah diambil dari dua kata, yakni Kerbau dan Sirah berarti Kerbau, dan Sirah artinya merah.
Kerbau diambil karena sejarah panjang masyarakat Minangkabau. Sementara, Sirah menggambarkan sifat masyarakat Sumatera Barat, yakni pantang menyerah dan pemberani. Tak ayal, masyarakat Minangkabau ketika dewasa sangat berambisi positif untuk merantau dan mencari kesuksesan.
Sapi sendiri menjadi identitas Pulau Madura. Dahulu kala, masyarakat Pulau Madura sangat gemar untuk berternak sapi. Masyarakat Madura sangat handal dalam melakukan ternak sapi.
Mereka menyayangi sapi seperti keluarga sendiri. Tak ayal, masih banyak masyarakat Madura yang menaruh sapinya di dalam rumah.
Sapi digunakan sebagai tabungan masa depan yang bermanfaat, membantu manusia untuk berkerja menghasilkan kebutuhan primer dari hasil bumi, hingga ritual kerpercayaan.
Dikutip dari penelitian seorang senior ahli ilmu antropologi asal Belanda, Huub de Jonge dalam artikel "Of Bulls and Men: The Madurese Aduan Sapi", ritual yang menggunakan sapi di Madura adalah dengan metode aduan dan karapan. Aduan sapi lahir sesudah karapan sapi.
Konon, aduan sapi untuk memohon kesuburan tanah dan produktivitas hasil bumi. Sementara, karapan sapi pertama kali dipopulerkan oleh Pangeran Katandur yang berasal dari Pulau Sapudi, Sumenep pada abad 13.
Karapan sapi lahir dari Pangeran Katandur yang ingin memanfaatkan tenaga hewan tersebut sebagai pengolah sawah. Masyarakat Madura yang sangat hormat kepada pangeran mengikuti jejaknya. Alhasil, tanah menjadi subur.
Selanjutnya, Pangeran Katandur berinisiatif untuk mengajak warga di desanya untuk mengadakan balapan sapi, sebagai rasa syukur kepada Sang Pencipta. Sehingga, karapan sapi sebagai budaya turun menurun hingga saat ini.
Saat ini, karapan sapi pun sebagai pesta rakyat yang dilaksanakan setelah sukses menuai hasil panen padi atau tembakau. Karapan sapi pun terkenal hingga pelosok luar negeri sebagai budaya Madura.
Budaya itulah yang kemudian diambil Madura United FC sebagai julukannya, yakni Sapeh Kerrab. Sapeh Kerrab bahasa Madura yang berarti karapan sapi, untuk menunjukkan identitas daerah.
2. Cerita Mitos yang Menjadi Semangat Kedaerahan
Banyak cerita mitos yang berkembang di Indonesia. Mitos yang beredar di Tanah Air ada dari cerita soal jelmaan binatang hingga ksatria tangguh sakti mandraguna. Cerita tersebut bahkan sampai menginspirasi banyak orang, hingga klub sepakbola sekalipun. Misalnya, Persib Bandung dan Persija Jakarta.
Persib memiliki julukan Maung Bandung. Awal cerita, julukan Maung Bandung diambil dari lagu seorang seniman Bandung yang mencintai Persib, Kang Ibing. Lagu tersebut berjudul Jung Maju Maung Bandung pada tahun 2001.
Kang Ibing sendiri membuat judul lagu tersebut terinspirasi dari Raja Kerajaan Padjajaran, Prabu Siliwangi. Pabu Siliwangi mempunyai kekuatan sakti mandraguna, pemberani, berjiwa besar, dan tangguh. Konon, Prabu Siliwangi bisa menjelma sebagai harimau atau dalam bahasa Sunda, Maung, yang siap menerkam musuhnya.
Padjajaran sebagai kerajaan terbesar di Jawa Barat sendiri pernah mencapai puncak kemakmuran di bawah kepemimpinan Prabu Siliwangi.
Itulah mengapa inspirasi Kang Ibing yang dibuat lagu dijadikan Persib sebagai julukannya. Karena, Persib ingin menjadi klub sepakbola yang sukses Indonesia, seperti Prabu Siliwangi membawa kejayaan Kerajaan Padjajaran.
Sementara itu, Persija memiliki julukan Macan Kemayoran. Macan Kemayoran diambil dari cerita rakyat tentang Murtado yang lahir di Kemayoran.
Ia merupakan seorang pendekar sakti, berani, tangguh, dan perkasa. Kehebatan dan keberanian itu digunakan untuk melawan penjajahan Belanda. Kegigihan melawan para penjajah dan membasmi kejahatan pula yang membuat Murtado akhirnya dijuluki sebagai Macan Kemayoran. Kegigihan dan semangat Murtado diambil untuk bisa menular ke Persija Jakarta.
3. Makna Simbol Daerah, Shio, dan Karakter
Arema menjadi contoh klub sepakbola Indonesia yang memiliki julukan hewan karena makna simbol daerah, yakni Singo Edan. Julukan tersebut berasal dari dua kata, Singo dan Edan.
Singo adalah bahasa Jawa yang berarti Singa. Edan merupakan bahasa Jawa berartikan gila.
Singo sendiri konon diambil sebagai julukan kata pertama Arema, lantaran lambang Kota Malang zaman Hindia Belanda adalah Singa dan baru diubah pada tahun 1951 oleh Pemerintah Indonesia. Sementara Edan diambil dari angka belakang tahun kelahiran Arema (87) (11 Agustus 1987) yang melambangkan sebagai sosok orang yang gila.
Satu sisi lainnya, nama Singo diambil karena Arema lahir pada saat Shio Singa di kalender Tiongkok. Sementara nama Edan, lantaran karakter permainan Arema yang menggila di era kompetisi Galatama tersebut.
4. Hasil Penemuan sebagai Identitas Daerah
Salah satu julukan tim sepakbola Indonesia yang diambil dari nama hewan karena faktor hasil penemuan sebagai identitas daerah, adalah Persiba Balikpapan. Persiba memiliki julukan Beruang Madu.
Dikutip dari National Geographic, Beruang Madu ditemukan pertama kali di daerah Balikpapan, Kalimantan Timur. Penemuan tersebut tepatnya berada di hutan lindung Sungai Wain, Kalimantan Timur.
Masyarakat Kalimantan Timur bangga dengan keberadaan hewan tersebut. Perlahan, hewan tersebut menjadi identitas daerah.
Hal itulah yang membuat Persiba mengambil julukan Beruang Madu untuk menunjukkan identitas daerah Kota Balikpapan.