INDOSPORT.COM – Sepanjang hidupnya di dunia bulutangkis, Taufik Hidayat sempat beberapa kali menunjukkan sikap emosional dengan menangis di atas lapangan.
Perjalanan panjang Taufik Hidayat di dunia bulutangkis internasional, hingga akhirnya menjadi legenda. Jelas tak selamanya berjalan mulus dengan kisah manis.
Banyak juga kisah haru dan kesedihan yang harus dirasakan pria kelahiran Bandung 10 Agustus 1981 itu hingga akhirnya bisa meraih apa yang didapatnya saat ini.
Bahkan, di atas lapangan bulutangkis ketika bertanding, lebih dari sekali, Taufik Hidayat sampai harus meneteskan air matanya. Air mata yang umumnya hadir dari tekanan berat yang kemudian bisa dilaluinya dengan hasil kemenangan.
Kapan dan di mana saja, Taufik Hidayat sempat terlihat emosional menangis di atas lapangan, berikut INDOSPORT merangkumkan tiga diantaranya.
Thomas Cup 2002
Di usia yang masih 20 tahun saat itu, taufik Hidayat sempat meneteskan air mata saat dirinya harus terlibat dalam persaingan ketat perebutan gelar juara Piala Thomas 2002 melawan Malaysia.
Tangisan itu keluar dari mata Taufik Hidayat setelah Indonesia akhirnya memastikan diri keluar sebagai juara, setelah sebelumnya sempat tertinggal 1-2 dari Malaysia, yang ditandai oleh kekalahan pemuda kelahiran Bandung itu.
Wajar jika kemudian tangisan pecah dari mata Taufik Hidayat. Sebab, di usia yang masih sangat muda, dirinya harus memikul beban yang sangat berat. Bertanding di pertandingan ketiga melawan Lee Tsuen Seng, dengan target harus menang, demi Indonesia bisa unggul kala itu.
Namun, alih-alih menang, Taufik Hidayat justru harus mengaku kalah dari Lee Tsuen Seng dalam pertandingan tiga set. Di laga itu, sempat diwarnai dengan beberapa protes kekecewaan Taufik Hidayat terhadap wasit Nahathai Sornprachum dari Thailand.
Di pertandingan itu Taufik Hidayat sempat membanting raketnya karena kesal dan juga beteriak keras meluapkan emosi di ruang ganti.
Kekesalan itu pada akhirnya pecah menjadi tangisan Bahagia. Saat Halim Haryanto/Tri Kusharyanto dan Hendrawan, sukses memenangkan pertandingan keempat dan kelima untuk membalikkan keadaan 3-2, membawa indoensia juara Piala Thomas 2002.
Bukan hanya Taufik Hidayat, kepastian juara itu juga ditandai dengan tangisan oleh Trikus Harjanto, Halim Haryanto, dan Bambang Suprianto.
Olimpiade Athena 2004
Momen tangisan yang pasti akan terus dikenang oleh Taufik Hidayat dan mungkin buat banyak publik bulutangkis Indonesia juga, terjadi ketika laga final bulutangkis tunggal putra Olimpiade Athena 2004.
Mungkin memang pertandingan tersebut tak seberat dan semenegangkan apa yang dialami Taufik Hidayat di Piala Thomas 2002. Tapi, dengan level sekelas Olimpiade, tekanan luar biasa tentu ada di pundak Taufik Hidayat kala itu.
Apalagi lawannya, Shon Seung-mo, sempat memimpin lebih dulu di awal set pertama dan kedua. Sehingga pada akhirnya, usai mampu melakukan jump smash keras yang berujung poin kemenangan di set kedua, Taufik Hidayat tak kuasa menahan emosinya. Berteriak, tersungkur di atas lapangan dan tertunduk sambil menangis bercucuran air mata.
Ketika sang pelatih Mulyo Handoyo mengampirinya dan memeluk, Taufik Hidayat masih saja terus menangis, meluapkan kebahagiaannya. Taufik Hidayat sempat tertunduk di hadapan Mulyo Handoyo, hingga sampai sedikit tertatih dipapah sang pelatih ke pinggir lapangan.
Air mata pun sempat beberapa kali coba diusap Taufik Hidayat, ketika dirinya memberikan apresiasi kepada suporter Indonesia yang kala itu mendukungnya langsung di di Goudi Olympic Hall, Athena Yunani.
Pembukaan Taufik Hidayat Arena
Bukan hanya ketika masih jadi pemain yang berlaga di atas lapangan. Ketika pensiun, Taufik Hidayat masih sempat mewarnai perjalananya di dunia bulutangkis dengan sebuah tangisan air mata Bahagia.
Itu terjadi saat dirinya meresmikan pembukaan Taufik Hidayat Arena di Ciracas, Jakarta Timur, Senin (10/12/12).
Menjadi sebuah cita-cita yang berhasil diwujudkannya. Dalam pembukaan arena bulutangkis yang diperuntukan untuk kalangan awam sampai atlet profesional itu, Taufik Hidayat begitu terharu sampau meneteskan air matanya.
Buat Taufik Hidayat sendiri, tangisan itu sekan mewarnai perjuangan barunya di dunia bulutangkis. Bukan sebagai pemain yang berjibaku lagi di atas lapangan, tapi sebagai sosok yang bisa berkontribusi melahirkan banyak atlet bulutangkis masa depan yang bisa mengharuman nama Indoensia di dunia internasional.
"Ini bukanlah akhir dari perjuangan kami, namun awal untuk terus memberikan kontribusi pada bangsa untuk mewujudkan atlet berkualitas dunia demi merah putih berkibar di hadapan dunia," tutur Taufik Hidayat saat itu.
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom