INDOSPORT.COM - Edi Subaktiar adalah salah satu atlet bulutangkis yang terdegradasi dari Pelatnas PBSI pada Januari 2019 lalu. Meski begitu, dirinya masih tetap berkecimpung di dunia tepok bulu tapi dengan peran berbeda.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) PBSI, Susy Susanti membuat gebrakan baru dalam kebijakan promosi-degradasi atlet pelatihan nasional (pelatnas) tahun 2019 ini.
Salah satunya adalah dengan memangkas jumlat penghuni pelatnas sekitar 10 persen, dari yang semula 105 kini menjadi 98 atlet.
Kepastian itu diketahui melalui Surat Keputusan nomor SKEP/001/0.3/I/2019 tentang promosi dan degradasi, telah resmi diterbitkan pada Jumat (04/01/19). Hal itu dilakukan demi menjaga fokus menuju Olimpiade 2020 Jepang.
Imbas dari keputusan tersebut, terdapat sejumlah nama senior yang harus tersingkir salah satunya adalah spesialis ganda campuran, Edi Subaktiar. Cedera yang tak kunjung membaik jadi alasan utama dirinya harus rela dicoret.
Alami Cedera Parah
Cedera parah itu didapat Edi saat bertanding di SEA Games 2017 Kuala Lumpur, berpasangan dengan Gloria Emanuelle Widjaja. Keduanya harus mundur dari arena, setelah di babak pertama.
Pebulutangkis asuhan PB Djarum itu terjatuh ketika menghadapi wakil Malaysia, Chan Peng Soon/Cheah Yee See saat kedudukan 5-8 di game pertama.
Hal itu memaksa Edi kembali lebih awal ke Tanah Air dan mendapat perawatan intensif di RS Medistra, Jakarta Selatan. Ia didiagnosa dengan sederet cedera di sekitar lututnya.
ACL (Anterior Cruciate Ligamen) putus total, meniskus robek hampir di semua sisi lututnya. Ia pun akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada 14 Oktober 2017.
“Waktu jatuh di lapangan, saya nggak kepikiran apa-apa, karena yang dirasa saat itu cuma sakit. Kayak kebakar dari dalam lututnya,” ujar Edi mengutip dari laman resmi PB Djarum.
Sempat bangkit dan melawan cedera yang dialaminya, namun rasa nyeri yang masih sering dirasa dan trauma yang tidak bisa hilang, membuat performa Edi tidak bisa seperti dulu lagi.
Hingga akhirnya ia pun harus terkena degradasi pelatnas awal 2019 dan tidak lama kemudian memutuskan pensiun dari dunia tepok bulu.
"Setelah operasi sempat mau bangkit lagi ke lapangan, tapi terkadang rasa nyeri datang, dan saya merasa tidak akan maksimal jika saya harus kembali fokus menjadi atlet lagi."
"Karena rasa nyeri itu sampai sekarang terkadang suka masih terasa, belum lagi sesekali saya suka ingat kejadian itu," papar pria yang kini berusia 25 tahun itu.
Kabar Terbaru Edi Subaktiar
Kecintaannya terhadap dunia bulutangkis yang sudah ia geluti selama 10 tahun terakhir, memaksa Edi Subaktiar kembali tapi dengan peran berbeda yakni menjadi pelatih di PB Champion Magelang.
Sebelum memutuskan menjadi pelatih, Edi sempat ditawari pekerjaan oleh sejumlah pihak. Namun karena merasa bukan bidang yang berkaitan dengannya sebagai seorang atlet, ia pun menolak.
"Kesibukan saya setelah keluar dari Pelatnas sempat balik ke rumah dulu, istirahat. Sampai pada akhirnya bulan Maret 2019 dari PB Djarum menyuruh datang ke Kudus, dan saya ditugaskan untuk melatih di PB Champion Magelang," ujar Edi.
Edi Subaktiar lahir di Sidoarjo, 13 Januari 1994. Ia bergabung dengan PB Djarum pada tahun 2008 silam. Sejumlah prestasi mentereng pun dia dapatkan sewaktu masih di level junior.
Yang paling membanggakan adalah ketika Edi Subaktiar dan pasangannya Melati Daeva Oktavianti sukses meraih medali emas Kejuaraan Dunia Junior 2012 di Chiba, Jepang.
Keberhasilan itu membuat keduanya terus dipasangkan, yang kemudian disebut sebagai cinta pertama Melati di ganda campuran.
Duet Edi/Melati sempat mencicipi satu gelar juara BWF International Series dan runner up New Zealand Open 2014 sebelum akhirnya berpisah, dan dipasangkan dengan Gloria Emanuelle Widjaja. Bersama Gloria, Edi Subaktiar sukses menyabet gelar juara Macau Open Grand Prix Gold 2014.
- xem bóng đá trực tuyến - 90phut - cakhia - mitom