Kisah Beatrice de Lavalette, Atlet Paralimpiade Tokyo Korban Bom Brussels
INDOSPORT.COM - Atlet Paralimpiade Tokyo 2020, Beatrice de Lavalette, adalah salah satu saksi hidup serangan teror bom Brussel yang mengubah hidupnya 180 derajat.
Pada 22 Maret 2016, dunia sempat digegerkan oleh insiden pengeboman Bandara Brussels yang dilakukan oleh sekelompok teroris.
Saat itu, Beatrice de Lavalette sedang berada di TKP sebagai calon penumpang pesawat. Ia akan pergi ke Florida untuk mengunjungi kedua orang tuanya.
Akan tetapi, bayang-bayang indah menikmati waktu bersama keluarga tersebut mendadak sirna begitu saja akibat ulah oknum yang tidak berperikemanusiaan.
Kepada Insider, Beatrice pun membagikan sedikit kisah pedihnya sebagai salah satu korban selamat dalam insiden tersebut.
Saat pengeboman terjadi, Beatrice de Lavalette masih berusia 17 tahun. Ya, masa mudanya nyaris terenggut begitu saja usai mengalami cedera parah yang bisa saja membuat nyawanya tidak tertolong.
Wanita yang kini menekuni dunia para-equestrian tersebut saat itu sedang berada di antrean bagasi ketika ledakan terjadi. Semuanya terasa begitu cepat, bahkan Beatrice sempat merasa dirinya mungkin sedang berada di antara hidup dan mati.
Usai ledakan, ia sempat sadar dengan kondisi sekitarnya, lalu nyaris pingsan, terbangun lagi, dan merasa tidak sadarkan diri lagi. Begitu terus seterusnya.
“Saya berdarah, tapi sebelum saya benar-benar tidak sadar diri, saya ingat, saya melihat api, asap, dan ruangan dipenuhi kegelapan,” jelasnya.
Dalam situasi tersebut, Beatrice melihat setitik cahaya yang berasal dari ujung lorong dan berkata pada diri sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja jika ia bisa mencapai tempat tersebut.
Masih ada harapan untuk hidup yang terus menggeliat dalam dirinya. Akan tetapi, ketika tim penyelamat datang, Beatrice masuk dalam kategori korban bertanda merah, alias terluka sangat parah.
Nyawanya bisa saja tidak selamat. Apalagi, para petugas mendapat instruksi untuk memprioritaskan pertolongan bagi mereka yang masih punya kans besar untuk hidup, dan Beatrice bukan salah satunya.
Walaupun demikian, Beatrice tidak menyerah. Ia berusaha menunjukkan kepada paramedis dan pemadam kebakaran bahwa dirinya juga masih bisa selamat - berteriak dan mengangkat tangannya ke atas.
1. Perjuangan untuk Selamat
Sempat hanya bisa melihat petugas melakukan evakuasi, hati Beatrice de Lavalette sempat begitu sakit, mungkin lebih sakit dari luka fisik yang dideritanya saat itu.
“Saya ingat pernah berpikir seperti ini, ‘Bagaimana denganku? Aku juga di sini’ dan saya merasa harus melakukan sesuatu. Saya mulai berteriak dalam bahasa Prancis dan Inggris,” ceritanya.
“Saya kemudian melihat seorang pemadam kebakaran dan mengangkat tangan saya. Dia melihat saya,” kenangnya lagi.
Singkat kata, Beatrice de Lavalette berhasil diselamatkan untuk kemudian mendapat penanganan medis lanjutan di rumah sakit.
Ia jatuh koma selama satu bulan dan mengalami luka dalam, luka bakar tingkat dua dan tiga, serta cedera sumsum tulang belakang. Selain itu, dua kakinya harus diamputasi.
Mengalami kondisi tersebut, Beatrice tentu sempat merasa terpukul, apalagi pada waktu ia sama sekali tidak dapat menggerakkan tubuhnya.
“Saya mengalami emosi yang naik turun, saya juga depresi. Ada hari-hari saat saya tidak bisa bergerak, namun ada kalanya pula saya berkata bahwa saya bisa bangkit,” ujarnya.
Berkat dorongan semangat dari keluarganya, Beatrice yang juga bermain sepak bola dan menekuni olahraga lari sejak kecil akhirnya memilih jadi atlet para-equestrian.
Lima bulan setelah insiden pengeboman Bandara Brussels, ia kembali menunggang kuda dan debut pada April 2017. Dua tahun kemudian, ia berhasil lolos ke Paralimpiade Tokyo 2020 mewakili tim Amerika Serikat.
Target utama Beatrice de Lavalette di Paralimpiade Tokyo 2020 adalah meraih podium, agar ia bisa menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.